3 Kali Negara Memotong Nilai Uang Rupiah hingga Angka Nol Semakin Banyak, Sejarah yang Dilupakan

Negara Memotong Nilai Uang Rupiah hingga Angka Nol Semakin Banyak
Negara Memotong Nilai Uang Rupiah hingga Angka Nol Semakin Banyak
0 Komentar

Jika pada tahun 1959 nilai Rp500 dipangkas menjadi Rp50, maka pada 1965, nilai Rp1.000 langsung dipangkas menjadi Rp1. Artinya, hilang tiga angka nol sekaligus.

Alasan resmi dari pemerintah saat itu adalah untuk menyederhanakan sistem moneter karena jumlah nol yang terlalu banyak, serta sebagai bagian dari upaya stabilisasi ekonomi. Namun kenyataannya, ini bukan sekadar redenominasi teknis.

Efek yang ditimbulkan lebih menyerupai sanering ketiga berskala masif. Mengapa demikian? Karena rakyat tidak hanya diminta untuk mengganti uang lama dengan uang baru, tetapi mereka juga kembali kehilangan nilai kekayaan mereka.

Baca Juga:Aplikasi Rinck Terbongkar Skema Ponzi Berkedok Investasi LegalKomunitas Galbay Pinjol yang Makin Marak di Indonesia, Ramai-Ramai Tidak Mau Bayar

Gaji dipotong sesuai redenominasi, tabungan menyusut drastis, bahkan uang yang disimpan di bawah bantal pun nilainya langsung turun. Contohnya, jika Anda memiliki Rp10 juta, maka setelah redenominasi Anda hanya memiliki Rp10.000. Namun masalahnya, harga barang tidak ikut turun sebanding.

Ambil contoh harga semangkuk bakso. Sebelum redenominasi, harganya sekitar Rp1.000. Seharusnya, setelah dipangkas tiga nol, harga tersebut menjadi Rp1. Namun faktanya, harga bakso malah menjadi Rp1,5 atau bahkan Rp2. Ini terjadi karena para pedagang tidak percaya bahwa inflasi benar-benar berakhir. Mereka tetap menaikkan harga sedikit demi sedikit, dan ini justru memicu inflasi baru.

Akibatnya, daya beli masyarakat kembali anjlok ke titik nadir. Meskipun secara teori pemerintah melakukan penyesuaian, di lapangan, harga barang tidak pernah benar-benar mengikuti skala redenominasi. Rakyat merasa menjadi miskin dalam semalam karena nilai uang mereka tiba-tiba lenyap. Trauma dari peristiwa ini masih membekas hingga kini, terutama di kalangan generasi tua.

Jika Anda memiliki kakek atau nenek yang kini berusia sekitar 80 tahun, besar kemungkinan mereka pernah mengalami langsung kejadian ini.

Fakta bahwa kita sudah mengalami tiga kali pemotongan nilai uang, tahun 1950, 1959, dan 1965, namun angka nol di rupiah tetap banyak hingga hari ini, menunjukkan betapa parahnya inflasi yang kita alami.

Setelah Redenominasi 1965 Stabilitas Semu di Era Orde Baru

Setelah tiga kali pemotongan besar-besaran, Indonesia mulai terlihat stabil di bawah rezim Orde Baru. Pembangunan dimulai, ekonomi tumbuh, dan nilai tukar rupiah relatif tenang.

0 Komentar