Ali, seorang petani sepuh berusia 80 tahun, berdiri terpaku di tengah sawah yang kian menyempit. Di tangannya, sabit dan segenggam padi masih terayun pelan. Tapi pandangannya kosong, menembus batas waktu ke masa lalu saat dirinya dan almarhum sang ayah menanam padi di lahan seberang jalan.
Suwitno, Jabar Ekspres
Kini, di lahan itu hanya sedikit yang tumbuh padi. Sebagai gantinya, berdiri rapat rumah-rumah permanen bertingkat dua. Halaman berpaving rapi, saluran air tertutup beton, dan kehidupan petani perlahan disingkirkan oleh pembangunan.
“Dulu kami sewa lahan itu juga buat tanam padi. Sekarang ya sudah, ditutup paving. Saluran airnya juga ikut mati,” tutur Ali, petani generasi kedua asal Desa Citapen, Kecamatan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat (KBB).
Baca Juga:JPO Cibinong Siap Dibangun 2026, Usung Konsep Ini!Sequis Life Tegaskan Komitmen pada Kesehatan Menyeluruh Usia Produktif Lewat Health Talk Spesial HUT ke-41
Ali bukan satu-satunya yang menghela napas panjang di tengah panen yang mestinya membawa suka cita. Bukan karena hasil tanamnya sedikit, tapi karena ia tahu, setiap tahun lahannya makin berkurang, air makin sulit, dan ancaman gagal panen tak lagi bisa ditebak musim.
“Tahun 2021 saya masih garap 7.500 meter persegi sawah. Sekarang sisa sedikit karena dijual pemiliknya untuk dibangun perumahan. Saya pilih panen lebih cepat karena saluran air mati akibat pembangunan paving,” katanya.
Meski alih fungsi di Bandung Barat kian marak setiap tahunnya, pada 2024 lalu, KBB mencatatkan capaian membanggakan. Produksi beras mencapai 156.428 ton, sementara konsumsi masyarakat hanya sekitar 15.528 ton.
Artinya, daerah ini mengalami surplus 1.400 ton beras. Hal ini pun menjadi suatu prestasi di tengah ancaman krisis pangan global.
Namun, ditengah capaian tersebut, tersimpan peringatan keras. Pasalnya angka surplus bisa berubah jika pemerintah daerah tidak menjamin perlindungan lahan pertanian dengan nyata.
“Betul, tahun 2024 kita surplus 1.400 ton. Namun surplus ini bukan jaminan kita aman selamanya. Karena itu kita perlu menjaga lahan, jangan sampai terus menyusut,” kata Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Bandung Barat, Lukmanul Hakim.
Perubahan tata ruang pun menjadi sumber kegelisahan utama, baik bagi petani maupun pihaknya. Berdasarkan data DPKP Bandung Barat, dari total sekitar 18.000 hektare lahan pertanian di wilayahnya, hanya 3.000 hektare yang memiliki akses ke irigasi teknis. Selebihnya merupakan lahan tadah hujan, yang sangat rentan pada perubahan musim.
