Pameran Memorabilia Menyulap Kenangan dan Menyulam Tradisi

Di sebuah rumah galeri di kawasan Dago Atas, Bandung, blawong-blawong tua kembali hidup. Penyangga keris kayu ukir itu tak lagi cuma menyimpan sakral pusaka, tapi kini berfungsi ganda: kanvas bagi warna-warna menyala dan simbol-simbol spiritual khas Nasirun.

Muhamad Nizar, Jabar Ekspres.

Pameran tunggal Memorabilia yang digelar di Orbital Dago, 19 Maret hingga 27 April 2025, adalah sebuah perayaan terhadap benda-benda yang pernah hidup. Kini hidup kembali dalam tafsir baru. Di tangan Nasirun, benda-benda masa lalu bukan sekadar artefak nostalgia, melainkan bahan baku bagi seni yang melampaui batas fungsi dan waktu.

“Ini semacam up-cycle, tapi dengan rasa hormat,” kata Nasirun sambil terkekeh dalam pembukaan pameran, beberapa waktu yang lalu. “Seni saya tidak jelas,” lanjutnya, santai.

Blawong, stempel logam, tongkat, peci, cermin retak, hingga tatakan gelas bir: semuanya hadir sebagai mediator antara kenangan dan perenungan. Dirinya melukis di permukaan benda-benda itu, kadang membiarkannya utuh, kadang menambahi dengan ukiran dan warna-warna cerah yang mencolok.

BACA JUGA:Kisah UMKM Nicole’s Natural, Jaga Bumi dan Tembus Pasar Global dengan Perabot Dapur Ramah Lingkungan

Misalnya, stempel logam peninggalan rumah-rumah kolonial yang ia temukan di Kotagede. Stempel-stempel itu dulu menyimpan otoritas: lembaga, perusahaan, institusi. Kini, di tangan Nasirun, ia jadi ikon baru yang mewakili sejarah personal dan kolektif.

“Saya tidak tahu pasti kenapa saya suka benda-benda itu,” katanya. “Mungkin karena saya besar dengan benda-benda seperti itu di sekitar saya. Mereka punya jiwa.”

Nasirun lahir di Cilacap, 1965, dari keluarga petani. Ia menyelami dunia batik di SMSR dan ISI Yogyakarta sebelum dikenal luas sebagai pelukis dengan gaya spiritual-Jawa yang kuat. Ciri khasnya: pewayangan, aksara, kaligrafi, dan warna yang berani.

Kecintaannya terhadap benda usang sudah muncul sejak masa remaja. Blawong pertama yang ia temukan di rumah keraton Yogyakarta menjadi titik awal. Kini koleksinya lebih dari 50 buah. Tak satu pun ia paksa keluar dari bentuk asalnya; justru ia rangkul dan diperkaya.

BACA JUGA:Musik dan Puisi Lintas Iman dari Ciamis untuk Indonesia

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan