Mendengar Protes Kebebasan Seni di Kampus ISBI

SIRINE meraung di halaman Gedung Rektorat Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung, Senin siang (17/2). Di bawah terik matahari, sekelompok mahasiswa berkaos hitam berbaris, wajah mereka tegang. Di antara mereka, beberapa orang memegang kuas dan cat semprot, mengguratkan warna-warna tajam di selembar kain putih yang terbentang di tanah.

Muhamad Nizar, Jabar Ekspres

Tak jauh dari sana, panggung teatrikal dadakan digelar. Musik keras hingga Karawitan mengalun pelan, semakin meninggi, bersamaan dengan pekik mahasiswa yang menyuarakan protes mereka.

Di sudut lain, sebuah poster besar bertuliskan “Kebebasan Berekspresi Dipenjara di Kampus Seni” terpampang di dinding gedung. Beberapa mahasiswa menempelkan kertas-kertas kecil bertuliskan dengan nada protes lainnya.

Aksi tersebut bukan sekadar panggung teatrikal atau mural spontan. Bagi mereka, ini adalah bentuk perlawanan atas kebijakan kampus yang dinilai membatasi kebebasan berekspresi.

BACA JUGA:

Suar Suara (bukan nama sebenarnya), mahasiswa semester akhir jurusan seni rupa, menyebutnya sebagai “letupan kecil dari keresahan panjang”.

“Pertunjukan seni sudah lama mendapat pembredelan di kampus ini,” ujarnya kepada Jabar Ekspres.

“Ini bertentangan dengan etika kesenian yang menjunjung kebebasan berekspresi.”

Pemicunya adalah dugaan pelarangan terhadap aksi teatrikal “Wawancara dengan Mulyono” yang digagas Rachman Sabur, mantan dosen kampus ini.

Pihak kampus dinilai bersikap represif terhadap kegiatan seni yang memiliki muatan kritik.

“Pernyataan kampus justru penuh pertanyaan. Mereka apatis terhadap realitas yang terjadi,” lanjut Suar.

Sejak pagi, massa aksi bergerak dari Gedung Dekanat ISBI menuju Taman Budaya, menyuarakan orasi.

Sirine terus dinyalakan, menyatu dengan suara alat pengeras yang bergema di sepanjang jalan kampus. Sewaktu tiba di depan Gedung Seni Karawitan, aksi teatrikal kembali digelar.

Dua mahasiswa berjongkok di depan replika uang mainan dibentuk daun bunga, dupa menyala di sisi mereka, sementara tembang karawitan mengiringi prosesi teatrikal tersebut.

Hingga sore hari, aksi masih berlangsung. Selain teatrikal, mahasiswa juga membacakan puisi.

“Kebebasan dipenjara tanpa pintu. Seni tak butuh izin untuk hidup. Tapi di sini dikubur,” salah satu penggalan puisi yang dibacakan lantang di depan gedung kampus.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan