JABAR EKSPRES – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat, soroti bencana banjir rob yang sempat menerjang wilayah pesisir di Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu pada 29 Januari 2025 lalu.
Direktur Eksekutif Walhi Jabar, Wahyudin Iwang mengatakan, musibah banjir rob di Indramayu beberapa waktu lalu itu, dinilai kembali mempertontonkan kegagalan pemerintah dalam melindungi warganya.
“Tim Desk Disaster Walhi Jabar menemukan fakta mencengangkan, bahwa tragedi yang menimpa ribuan warga ini sebenarnya dapat diminimalisir,” katanya kepada Jabar Ekspres, Rabu (12/2).
Menurut Iwang, bencana tersebut dapat diminimalisir, apabila pemerintah tidak mengabaikan tanda-tanda kehancuran ekosistem pesisir selama puluhan tahun.
“Ini bukan sekadar bencana alam. Ini adalah bencana yang dipercepat oleh kebijakan pembangunan yang mengabaikan keselamatan masyarakat pesisir,” tukasnya.
BACA JUGA:Banjir Rob di Desa Eretan Kulon, BPBD Indramayu Tetapkan Status Tanggap Darurat
Sementara itu, Tim Desk Disaster Walhi Jabar, Jundi Maulana dan Nisfy Hardiani mengaku, mendapatkan temuan tersebut usai pihaknya melakukan investigasi mendalam di lokasi bencana.
“Investigasi Walhi Jabar mengungkap fakta mengejutkan tentang skala kehancuran yang terjadi,” ujar Maulana.
Dia mengungkapkan, kehancuran yang dimaksudkan itu, tidak kurang sekira 845 jiwa menjadi korban langsung dari kebijakan yang tidak berpihak pada masyarakat.
“Di Desa Eretan Kulon saja, 135 rumah terendam dengan ketinggian air mencapai 2 meter, menenggelamkan harapan warga akan kehidupan yang aman,” ungkap Maulana.
“Dari jumlah tersebut, 8 hingga 10 rumah mengalami rusak berat dan 15 hingga 20 lainnya rusak ringan,” tambahnya.
Maulana menerangkan, kondisi ini memaksa sebanyak 104 warga mengungsi ke Kantor Desa Kertawinangun, sedangkan seorang warga mengalami luka-luka.
BACA JUGA:Menteri PUPR Yakini Proyek Tanggul Laut Efektif Atasi Banjir Rob di Semarang
Yang lebih mencengangkan, dalam kurun waktu 44 tahun terakhir, Eretan telah kehilangan sekitar 10 kilometer daratannya ke laut.
“Ini bukan sekadar angka statistik, ini adalah hilangnya tanah kelahiran, rumah, dan mata pencaharian warga,” terangnya.
Maulana memaparkan, seorang warga bernama Damuri sempat bercerita kepadanya. Pernah ada seorang warga negara asing (WNA) asal Jepang, yang datang untuk mencari makam leluhurnya di desa tersebut.