Kenaikan UMK Jadi Perhatian, Anggota DPRD Jabar Sebut Pemerintah Perlu Antisipasi Dampak Agar Rakyat Sejahtera!

JABAR EKSPRES – Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di wilayah Provinsi Jawa Barat, mulai mengalami kenaikan pada 2025. Anggota Komisi 5 DPRD Provinsi Jawa Barat, Maulana Yusuf Erwinsyah mengapresiasi pihak pemerintah terkait kenaikan UMK ini.

“Saya mengapresiasi pemerintah atas UMK di Jawa Barat tahun 2025. Kebijakan ini merupakan angin segar bagi kaum buruh di Jabar,” katanya melalui pesan teks yang diterima Jabar Ekspres pada Senin (6/1/2025).

Maulana menjelaskan, kenaikan UMK tersebut sejalan dengan peningkatan Upah Minimum Provinsi (UMP), yang telah ditetapkan oleh Presiden RI, Prabowo Subianto.

BACA JUGA:Disnaker Cimahi Segera Sosialisasikan Kenaikan UMK 2025 Sebesar Rp235 Ribu

Sebelumnya, Prabowo mengumumkan bahwa kenaikan UMP sebesar 6,5 persen mulai berlaku efektif sejak 1 Januari 2025.

Selain itu, Legislator dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu berharap, dengan adanya kenaikan UMK ini perusahaan di Jawa Barat dapat mengikuti regulasi terbaru dengan baik.

“Kenaikan UMK diharapkan mampu meningkatkan daya beli buruh, menciptakan permintaan baru untuk barang dan jasa, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi,” jelasnya.

BACA JUGA:Resmi! 2025 Pemprov Jabar Tetapkan Kenaikan UMK sebesar 6,5 Persen

Kendati demikian, Maulana mengingatkan bahwa mengenai kenaikan UMK, pihak pemerintah perlu mengantisipasi potensi dampak negatifnya, seperti Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan penutupan usaha.

“Pemerintah harus memberikan perlindungan juga kepada industri di Jawa Barat,” bebernya.

Kemudian, Maulana memaparkan, langkah seperti menekan impor ilegal dan dumping sangat penting untuk melindungi pelaku usaha lokal.

BACA JUGA:Pemkab Bandung Barat Resmi Usulkan Kenaikan UMK dan UMSK 2025, Begini Hitungannya!

Selanjutnya, ia juga menyoroti terkait pentingnya menjaga pertumbuhan UMP, dengan tujuan supaya bisa selalu di atas tingkat inflasi.

“Hal ini menjadi langkah strategis untuk meningkatkan kesejahteraan buruh yang selama 2021 hingga 2024 belum tercapai secara optimal,” paparnya.

Menurutnya, ini karena kenaikan UMP tidak mampu mengimbangi kenaikan garis kemiskinan pada periode tersebut.

“Dengan kebijakan yang tepat, keseimbangan antara kesejahteraan buruh dan keberlangsungan industri bisa tercapai,” pungkas Maulana. (Bas)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan