JABAR EKSPRES – Terdakwa kasus korupsi timah Mochtar Riza Pahlevi Tabrani divonis delapan tahun penjara oleh majelis hakim, dalam sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (30/12/2024).
“Menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” ujar Hakim Ketua Rianto Adam Ponto dalam sidang.
Selain pidana kurungan, Direktur Utama PT Timah Tbk periode 2016-2021 tersebut juga dijerat pidana denda sebesar Rp750 juta. Jika denda tersebut tidak dibayar, maka diganti (subsider) pidana enam bulan kurungan.
BACA JUGA:DLH Cimahi Bentuk Tim Dokter Pohon untuk Cegah Penyakit di Musim Hujan
Atas putusan tersebut, Mochtar dinyatakan terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Adapun dalam menjatuhkan vonis, majelis hakim mempertimbangkan sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan.
Perbuatan Mochtar yang tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) menjadi hal yang memberatkan vonisnya.
Sementara fakta bahwa Mochtar belum pernah dihukum sebelumnya, menjadi tulang punggung keluarga, berlaku sopan, dan menyesali perbuatannya menjadi hal yang meringankan.
Dalam kasus dugaan korupsi timah, Riza bersama Emil didakwa telah mengakomodasi kegiatan penambangan timah ilegal di wilayah IUP PT Timah, sedangkan MB Gunawan didakwa melakukan pembelian bijih timah dari pertambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah.
Akibat perbuatan para terdakwa negara diduga mengalami kerugian sebesar Rp300 triliun, yang meliputi sebanyak Rp2,28 triliun berupa kerugian atas aktivitas kerja sama sewa-menyewa alat peralatan processing (pengolahan) penglogaman dengan smelter swasta, Rp26,65 triliun berupa kerugian atas pembayaran biji timah kepada mitra tambang PT Timah, serta Rp271,07 triliun berupa kerugian lingkungan.