JABAR EKSPRES – Direktur PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) MB Gunawan divonis delapan tahun penjara oleh majelis hakim, karena terbukti terlibat korupsi terkait kasus pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah pada tahun 2015—2022.
Putusan ini disampaikan Hakim Ketua Rianto Adam Ponto dalam sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (30/12/2024).
“Menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” ujarnya.
Selain pidana kurungan, MB Gunawan juga dijerat pidana denda sebesar Rp500 juta. Jika denda tersebut tidak dibayar, maka diganti (subsider) pidana empat bulan kurungan.
BACA JUGA:Rayakan Tahun Baru 2025, Pj Bupati Bandung Barat: Jangan Berlebihan
Atas putusan tersebut, MB Gunawan dinyatakan terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Adapun dalam menjatuhkan vonis, majelis hakim mempertimbangkan sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan. Perbuatan MB Gunawan yang tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) menjadi hal yang memberatkan vonisnya.
Sementara fakta bahwa MB Gunawan belum pernah dihukum sebelumnya, menjadi tulang punggung keluarga, berlaku sopan, dan menyesali perbuatannya menjadi hal yang meringankan.
BACA JUGA:Alun-Alun Kota Bandung Kembali Dibuka di Malam Tahun Baru, Jam Operasional Berlaku
Vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa. Sebelumnya, MB Gunawan dituntut pidana delapan tahun penjara serta denda Rp750 juta subsider enam bulan kurungan.
Dalam kasus dugaan korupsi timah, MB Gunawan didakwa melakukan pembelian bijih timah dari pertambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah.
Akibat perbuatan para terdakwa negara diduga mengalami kerugian sebesar Rp300 triliun, yang meliputi sebanyak Rp2,28 triliun berupa kerugian atas aktivitas kerja sama sewa-menyewa alat peralatan processing (pengolahan) penglogaman dengan smelter swasta, Rp26,65 triliun berupa kerugian atas pembayaran biji timah kepada mitra tambang PT Timah, serta Rp271,07 triliun berupa kerugian lingkungan.