JABAR EKSPRES – Wakil Ketua I DPRD Kota Bogor, M. Rusli Prihatevy angkat bicara atas terungkapnya kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang terjadi di Kota Bogor.
Dirinya merasa prihatin dan sedih karena tindak kejahatan terjadi di Kota Bogor, bahkan menggunakan salah satu apartemen di Kota Bogor sebagai tempat penampungan para korban yang akan diberangkatkan ke Timur Tengah.
“Tentu saya sangat prihatin dan sedih ternyata masih ada TPPO yang terjadi di Kota Bogor,” kata Rusli pada Jumat, 27 Desember 2024 petang.
Menurut Rusli pengungkapan kasus TPPO di Kota Bogor menjadi tamparan bagi Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor dan DPRD yang sampai saat ini belum memiliki instrumen aturan yang mengatur perihal TPPO.
BACA JUGA:Tak Kantongi Izin Serta Keluarkan Bau Tak Sedap, TPS di Lembang Ditutup Satpol PP
Untuk itu, sambung dia, DPRD Kota Bogor akan segera menyusun kajian terkait penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Aksi Daerah Pencegahan dan Penanganan Korban TPPO.
“Kami dari DPRD Kota Bogor akan mendorong pembentukan Raperda tentang pencegahan dan penanganan korban TPPO agar pemerintah ikut serta dalam memerangi TPPO,” tegas Rusli.
Politisi Golkar ini menambahkan, bahwa nantinya Raperda tersebut akan berpedoman kepada Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO.
Didalam Perda tersebut juga akan dicantumkan bentuk perlindungan korban dan saksi, pencegahan dan penanganan serta peran serta masyarakat.
BACA JUGA:PENDAFTAR BARU “KLAIM” Reward Saldo DANA Rp850.000 Gratis Langsung Cair
“Tentu kehadiran Perda ini juga akan mendukung kegiatan aparat kepolisian dari Polresta Bogor Kota, karena melibatkan banyak stakeholder untuk menangani dan mencegah terjadinya TPPO,” jelas Rusli.
Berdasarkan hasil laporan dari Polresta Bogor Kota, TPPO yang terjadi di Kota Bogor memiliki modus operandi pemberangkatan Tenaga Kerja Wanita (TKW) ilegal untuk diberangkatkan ke Timur Tengah.
Kapolresta Bogor Kota, Kombes Pol Bismo Teguh Prakoso, menyampaikan delapan orang calon TKW ilegal itu berasal dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Sumbawa, Karawang, Lampung, dan Purwakarta.
Para korban direkrut dengan janji pekerjaan sebagai asisten rumah tangga di luar negeri.