JABAR EKSPRES – Banjir bandang yang melanda wilayah Kabupaten Sukabumi pada 2 Desember 2024 lalu, dinilai telah menimbulkan dampak serius terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat.
Mengenai bencana yang besar itu, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat, mengklaim telah mendapat temuan terkait faktor banjir bandang.
Deputi Eksternal Eksekutif Nasional Walhi, Mukri Friatna melalui Direktur Eksekutif Walhi Jabar, Wahyudin Iwang mengatakan, atas peristiwa bencana di Kabupaten Sukabumi, terdapat 39 kecamatan dan 176 desa terdapak banjir.
“Selain itu, risiko belasan warga meninggal dan hilang. Hasil pemantauan citra satelit, sedikitnya terdapat dua kawasan hutan yaitu pegunungan Guha dan Dano yang telah hancur tutupan hutannya,” katanya kepada Jabar Ekspres, Rabu (18/12).
Menurut Iwang, kehancuran hutan tersebut, diduga kuat karena adanya aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh PT SCG (Siam Cement Group) melalui anak usahanya yaitu PT Semen Jawa dan PT Tambang Semen Sukabumi.
Disebutkan, sejak 2015 lalu, pihak Walhi telah menolak kehadiran pabrik semen tersebut, karena dikhawatirkan berpotensi menghancurkan kawasan kars yang akan menjadi bahan baku semen.
Pihak Walhi Jabar juga mengaku, telah menurunkan tim investigasi sejak 3 Desember 2024 lalu, ke Sukabumi untuk mendalami faktor dan dampak banjir bandang.
“Dari lapangan ditemukan fakta bahwa tidak hanya Kawasan Guha dan Dano saja yang telah terdegradasi,” ujarnya.
Iwang mengungkapkam, di tempat lain pun terdapat kerusakan hutan dan lingkungan akibat tambang emas, termasuk adanya tambang galian kuarsa, untuk bahan pendukung pembuatan semen di perusahaan SCG.
Di Desa Waluran, Kecamatan Jampang, degradasi hutan diduga kuat karena adanya pembukaan lahan untuk proyek Hutan Tanaman Energi (HTE), guna pasokan serbuk kayu ke PLTU Pelabuhan Ratu.
“Dalam proyek ini, PT Perhutani selaku pemegang otoritas kawasan, telah memproyeksikan lahan seluas 1.307,69 hektare,” ungkapnya.
Adapun aktor yang terlibat dalam kegiatan ini adalah Perum Perhutani, PT PLN, dan PT Bukit Asam (BA).
Dia menilai, tidak menutup kemungkinan perusahaan-perusahan sinar mas dan perusahan yang berasal dari Cina bergerak juga dalam program tersebut.
“Tidak jauh seperti yang terjadi di KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) lain, salah satunya perusahan yang bergerak untuk kebutuhan serbuk kayu, yaitu PT PLN Persero, PT Sinar Mandiri dan PT Makmur Jaya Coorporindo,” bebernya.