Sosialisasi Pilkada Serentak bagi Disabilitas Terhambat, KPU Kota Bandung Dianggap Lambat

JABAR EKSPRES – Perwakilan kelompok disabilitas, Djumono, mengkritik lambatnya sosialisasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 kepada penyandang disabilitas, terutama di Kota Bandung.

Menurutnya, meskipun ada lebih dari 120 ribu penyandang disabilitas di Jawa Barat yang tercatat memiliki hak pilih dalam Pilkada kali ini, sosialisasi yang seharusnya menjangkau kelompok tersebut masih minim.

Djumono menyebutkan bahwa di Kota Bandung terdapat sekitar 1.900 penyandang disabilitas yang terdaftar sebagai pemilih, tersebar di 30 kecamatan. Ia menekankan bahwa setiap suara penyandang disabilitas sangat berharga dan harus dapat tersalurkan tanpa hambatan.

BACAJUGA: KPU Kota Bandung Distribusikan Surat Suara, Sempat Kurang 7 Ribu karena Tak Dihitung dari Percetakan

“Kami ingin memilih calon kepala daerah yang dapat memperjuangkan aspirasi teman-teman penyandang disabilitas. Hak politik kami sudah diberikan, baik sebagai peserta maupun penyelenggara pemilu. Namun, hak tersebut harus bisa dilaksanakan dengan setara dan inklusif,” ujar Djumono kepada Jabar Ekspres, beberapa waktu lalu.

Lebih lanjut, Djumono menegaskan, KPU harus memastikan tidak ada penyandang disabilitas yang terkendala dalam memberikan hak suara mereka. “Kami berharap KPU bisa lebih serius mengurus aksesibilitas di TPS. Setiap tahun, kami melihat masalah ini tidak mendapat perhatian yang cukup. Bahkan, untuk Pilkada kali ini, sosialisasi di Kota Bandung terlambat dilakukan,” keluhnya.

Djumono juga berharap agar kepala daerah yang terpilih nantinya dapat memberikan perhatian lebih terhadap kebutuhan penyandang disabilitas. “Kami ingin kepala daerah yang memperjuangkan hak-hak kami, serta memastikan bahwa kami bisa berpartisipasi dalam demokrasi tanpa hambatan,” harapnya.

Menurutnya, aksesibilitas di TPS adalah hal yang sangat penting agar penyandang disabilitas bisa hadir dan memberikan suara dengan gembira. “Tidak boleh ada satu pun penyandang disabilitas yang tidak terdata atau tidak dapat memilih karena masalah aksesibilitas,” tegas Djumono.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan