JABAR EKSPRES – Berikut ini merupakan 9 poin penting kuasa hukum Tom Lembong dalam sidang praperadilan dalam dugaan kasus korupsi impor gula.
Sidang praperadilan yang melibatkan Tom Lembong, mantan pejabat tinggi, menghadirkan sejumlah isu menarik yang disampaikan oleh tim kuasa hukumnya.
Oleh karena itu, simak terus artikel ini sampai tuntas untuk mengetahui poin-poin penting yang diungkapkan oleh kuasa hukum usai sidang praperadilan:
BACA JUGA: Kejaksaan Agung Dicecar Kasus Tom Lembong dalam Rapat Komisi III DPR, Dianggap Terkesan Terburu-buru
Permintaan Agar Tersangka Dihadirkan di Persidangan
Tim kuasa hukum menyatakan telah berkoordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) melalui surat resmi untuk menghadirkan tersangka, Tom Lembong, dalam persidangan. Namun, hingga saat ini, tidak ada tanggapan dari JPU. Kuasa hukum menilai kehadiran tersangka penting untuk mengungkap fakta terkait dugaan pelanggaran hak hukum yang dialaminya selama penahanan awal.
Kritik Terhadap Bukti yang Diajukan
Kuasa hukum mengkritisi penggunaan bukti berupa dokumen yang dinilai lemah dan berisiko. Menurut mereka, bukti materiil yang kuat diperlukan untuk membuktikan keterlibatan tersangka. Penggunaan dokumen tanpa pendukung materiil dianggap berbahaya dan dapat merugikan penegakan hukum.
Prosedur Penetapan Tersangka yang Dipertanyakan
Dalam persidangan terungkap bahwa pembahasan kerugian negara dengan BPKP baru dilakukan setelah tersangka ditetapkan pada 29 Oktober. Kuasa hukum menilai hal ini sebagai pelanggaran prosedur, karena seharusnya kajian terkait dilakukan sebelum penetapan status tersangka.
Pelanggaran Hak dalam Penunjukan Kuasa Hukum
Tim kuasa hukum juga mengungkapkan bahwa hak tersangka untuk memilih penasihat hukum secara mandiri tidak dihormati. Tersangka disebut dipaksa menerima penasihat hukum yang ditunjuk tanpa kebebasan memilih. Hal ini, menurut mereka, melanggar KUHAP yang memberikan hak kepada tersangka untuk menunjuk penasihat hukum sendiri, kecuali jika tidak mampu.
Keanehan Penanganan Status Saksi dan Tersangka
Kuasa hukum menyoroti bahwa sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Tom Lembong masih dipanggil sebagai saksi. Mereka mempertanyakan inkonsistensi ini dan menyarankan agar sejak awal tersangka diperlakukan sesuai statusnya untuk mempermudah proses hukum.
Fokus yang Tidak Merata