Kasus Viral SMAK Gloria 2 Surabaya Berakhir Damai, Namun Proses Hukum Tetap Berjalan

JABAR EKSPRESKasus perundungan di SMAK Gloria 2 Surabaya mencuat ke publik setelah tindakan Ivan, salah satu orang tua murid, yang menyuruh seorang siswa untuk merangkak dan menggonggong sebagai bentuk hukuman. Tindakan itu dilakukan sebagai tanggapan atas ejekan yang diterima oleh anaknya, yang disebut “pudel” oleh teman-temannya. Meskipun kasus ini sempat menuai kontroversi, kedua pihak akhirnya sepakat untuk berdamai. Namun, pihak kepolisian tetap melanjutkan proses hukum untuk menindaklanjuti kejadian yang dianggap tidak pantas ini.

Peristiwa ini pertama kali viral di media sosial setelah ada unggahan yang memperlihatkan siswa yang diminta untuk berlutut, merangkak, dan menggonggong. Ivan, yang merasa anaknya dirundung dan menjadi korban ejekan di sekolah, mengaku ingin memberikan pelajaran kepada teman-teman sekelas anaknya dengan tindakan yang tidak lazim ini. Reaksi Ivan dianggap berlebihan oleh masyarakat, yang menilai tindakan tersebut sebagai bentuk perundungan baru yang tidak sesuai dengan norma sosial.

Melasnir dari postingan X akun @neVerAl0nely, Setelah kejadian ini viral, pihak sekolah, termasuk SMAK Gloria 2, turut memberikan tanggapan dan menyatakan bahwa mereka telah mengupayakan mediasi antara kedua belah pihak. Sekolah menyayangkan kejadian ini dan berharap agar semua pihak dapat menahan diri serta menghormati proses hukum yang sedang berjalan. SMAK Gloria 2 menyampaikan bahwa sekolah akan memperketat pengawasan terhadap kasus perundungan agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.

Baca Juga: Viral! Video Ivan Sugianto Meminta Siswa Bersujud dan Menggonggong Jadi Perbincangan, Akun IG Sang Istri Jadi Sorotan

Proses mediasi yang dilakukan berhasil mempertemukan Ivan dan keluarga siswa yang dirundung. Kedua pihak akhirnya sepakat untuk saling memaafkan dan berdamai demi kebaikan bersama. Namun, walaupun kedua keluarga sudah mencapai kata damai, pihak kepolisian memastikan bahwa proses hukum tidak serta merta berhenti. Hal ini karena tindakan yang dilakukan Ivan dianggap melanggar batas etika dan bisa memberikan dampak buruk jika dibiarkan begitu saja tanpa konsekuensi hukum.

Menurut keterangan dari kepolisian, tindakan Ivan termasuk dalam kategori pelecehan yang dapat membahayakan perkembangan psikologis anak. Oleh sebab itu, proses hukum akan tetap dilanjutkan sebagai upaya untuk memberikan efek jera dan mencegah tindakan serupa di kemudian hari. Pihak berwenang juga berharap masyarakat memahami bahwa tindakan main hakim sendiri, apalagi di lingkungan pendidikan, tidak dibenarkan dalam kondisi apapun.

Tinggalkan Balasan