JABAR EKSPRES – Pengadilan Negeri Bale Bandung memutuskan untuk mengosongkan sejumlah sidang selama masa aksi nasional hakim yang berlangsung pada 7 hingga 11 Oktober 2024.
Aksi ini merupakan bentuk dukungan terhadap tuntutan peningkatan kesejahteraan hakim yang hingga kini belum terealisasi, meski sudah diatur dalam undang-undang.
Juru bicara Pengadilan Negeri Bale Bandung, Kusman, menyatakan bahwa keputusan tersebut diambil untuk mendukung gerakan yang dilakukan oleh para hakim di seluruh Indonesia.
BACA JUGA: Pemkot Bandung Lakukan Edukasi serta Keluarkan Surat Edaran Peringatan Kesiapsiagaan Gempa
“Prinsipnya kami mendukung gerakan ini. Salah satu bentuk dukungan adalah dengan mengosongkan sidang, kecuali yang sudah terjadwal sebelumnya atau yang bersifat mendesak,” ujar Kusman saat dihubungi Senin (7/10) malam.
Meski sebagian besar sidang ditunda, Kusman menjelaskan bahwa ada pengecualian untuk sidang-sidang yang mendesak, seperti perkara dengan masa penahanan yang hampir habis, gugatan sederhana yang memiliki batas waktu penyelesaian 25 hari, atau sidang yang sudah dijadwalkan sebelumnya.
“Frekuensi sidang selama minggu ini sangat berkurang, hanya sidang yang benar-benar urgent saja yang tetap berlangsung,” jelasnya.
Selama aksi mogok ini, ratusan sidang di PN Bale Bandung mengalami penundaan, termasuk perkara pidana dan perdata.
“Totalnya bisa menyentuh ratusan perkara selama seminggu ini,” kata Kusman.
Namun, ia menegaskan bahwa pelayanan publik tetap berjalan, termasuk penerimaan pendaftaran gugatan.
BACA JUGA: Waspada Potensi Gempa Megathrust dan Bencana Musim Hujan di Kabupaten Bandung
“Pelayanan tetap berjalan. Jadi pendaftaran gugatan tetap kami terima, dan Insyaallah minggu depan akan kembali normal,” tambahnya.
Kusman juga menjelaskan bahwa aksi mogok ini didorong oleh ketidakpuasan terkait kesejahteraan dan fasilitas untuk hakim, yang hingga kini belum terealisasi.
Beberapa fasilitas yang dipersoalkan antara lain tunjangan jabatan, keamanan, transportasi, dan perumahan, yang hingga kini baru sebatas di atas kertas.
“Sebetulnya, dalam peraturan perundang-undangan sudah jelas bahwa hakim memiliki hak untuk menerima beberapa fasilitas, tetapi sampai sekarang tidak ada realisasinya,” ungkap Kusman.