Kekerasan dan Eksploitasi Anak di Jawa Barat Capai 3.877 Kasus

JABAREKSPRES – Kasus kekerasan anak yang terjadi di Jawa Barat jumlahnya terus mengalami peningkatan. Tercatat pada 2023 lalu ada 3.877 kasus.

Hal ini terungkap berdasarkan data dari Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang menyatakan Jawa Barat harus mendapat perhatian serius.

Menanggapi permasalah tersebut, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Siska Gerfianti mengatakan, untuk menekan jumlah kekerasan pada anak pihaknya sudah melakukan langkah antisipasi.

Menurutnya, sejauh ini DP3AKB sudah memiliki berbagai program dengan nama Jabar Cekas dengan kepanjangan Jawa Barat Berani Cegah Tindakan Kekerasan.

“Ini adalah sebuah gerakan untuk mengajak masyarakat merespon tindakan kekerasan (khususnya pada ada anak),” kata Siska ketika dihubungi Jabar Ekspres pada Sabtu, (05/10/2024).

Selain itu, upaya lainnya yang dilakukan DP3AKB adalah memberikan sosialisasi kepada institusi pendidikan dengan melakukan pengawasan. Hal ini dilakukan merujuk pada aturan Permendikbudristek No 30 Tahun 2021 dan Permendikbudristek No. 46 Tahun 2023.

‘’Itu harus menguatkan upaya pencegahan dan penanganan di lingkungan kampus atau sekolah,” ucapnya.

Sementara itu, menurut Komisioner KPAI Kawiyan dari julah kekerasan pada anak, kasus rudupaksa masih marak terjadi dengan jumlah kasus mencapai 1.866 kasus,

Sementara itu, pada rapat koordinasi yang dilakukan KPAI belum lama ini terungkap masalah anak bukan saja terjadi pada kasus kekerasan. Akan tetapi anak sudah dijadikan obyek untuk dieksploitasi dan Tidan Pidana Perdagangan Orang.

KPAI mencatat, pada 2021 lalu anak dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual ada 147 kasus. Anak Korban Penculikan, Penjualan dan/atau Perdagangan 28 Kasus.

Sementara data 2022 sebanyak 85 kasus Anak dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual dan 51 kasus Anak Korban Penculikan, Penjualan dan/atau Perdagangan.

Ketua KPAI Ai Maryati Solihah mengatakan, eksploitasi terhadap anak bukan saja terjadi karena aspek ekonomi. Tetapi banyak faktor lain yang menyebabkan anak jadi korban TPPO.

Masalah ini harus menjadi perhatian semua pihak. Sebab KPAI banyak menemukan pola asus lemah dalam memberikan bimbingan terhadap anak.

‘’Jadi konteks keluarga perlu diperkuat dan diperlukan adanya aspek edukasi sebagai upaya untuk mencegah agar anak tidak terjerumus,’’ujarnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan