Dalil Tentang Hak Istri yang Wajib Ditunaikan Suami, Sudahkah Jadi Suami yang Baik Untuk Istri?

Diriwayatkan dari sahabat Jabir radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الضَّرْبِ فِي الْوَجْهِ، وَعَنِ الْوَسْمِ فِي الْوَجْهِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang memukul wajah dan menandai wajah (memberi cap pada wajah, pent.).” (HR. Muslim no. 2116)

Hadis ini menunjukkan bahwa larangan tersebut bersifat umum, artinya berlaku untuk seluruh manusia, baik itu istri, anak, murid, maupun lainnya, dan juga berlaku untuk hewan seperti keledai, kuda, domba, dan lainnya. Larangan ini lebih berat berlaku pada manusia karena alasan yang telah disebutkan.

Hadis ini juga menunjukkan dalil yang membolehkan memukul istri. Karena syariat tidak melarang memukul, namun hanya melarang memukul pada bagian wajah.

Jika ada alasan yang mengharuskan suami mendisiplinkan (mendidik) istrinya dengan pukulan, maka suami boleh memukulnya, dengan syarat pukulan tersebut harus ringan, dan harus menghindari area wajah serta bagian tubuh lain yang dikhawatirkan akan terluka.

baca juga : 17 Cara Rasulullah Menyayangi Istri, Sudahkah Kita Mengikuti?

Hal ini karena tujuan dari pukulan adalah untuk mendidik dan memperbaiki, bukan untuk melukai atau mencederai. Allah Ta’ala berfirman,

وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ

“Wanita-wanita yang kalian khawatirkan akan nusyuz [1], maka nasihatilah mereka, jauhilah (boikotlah) mereka di tempat tidur, dan pukullah mereka.” (QS. An-Nisa’: 34)

Ayat ini menunjukkan bahwa ada tahapan dalam mendidik istri, dan memukul adalah tahap yang terakhir.

Dalam hadis ini juga membolehkan suami untuk menjauhi atau memboikot (meng-hajr) istrinya sebagai bentuk pendisiplinan, dengan syarat hal tersebut tidak dilakukan di luar rumah karena hal tersebut bisa menimbulkan dampak negatif yang tidak diinginkan.

Maksudnya, suami tidak boleh meng-hajr istri dengan pergi meninggalkan rumah dalam jangka waktu tertentu sehingga istri tinggal di rumah sendirian.

Istri boleh diboikot atau dijauhi ketika di dalam rumah. Misalnya, tidak berbicara dengannya, atau berkata agak keras kepadanya, atau menjauhinya di tempat tidur, dengan tidur di ranjang yang sama namun tidak berhubungan suami istri.

Allah Ta’ala berfirman,

وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ

“Jauhilah (boikotlah) mereka di tempat tidur.” (QS. An-Nisa’: 34)

Inilah pendapat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, juga yang dipilih oleh Al-Qurthubi dan Ibnu Katsir rahimahumullah. (Lihat Tafsir Al-Qurthubi, 5: 171; Tafsir Ibnu Katsir, 2: 257)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan