JABAR EKSPRES – Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bandung Barat (KBB) Eriska Hendrayana enggan berkomentar terkait kasus dugaan korupsi pengadaan Caravan Mobile Labolatorium Covid-19 milik Dinas Kesehatan (Dinkes).
“Perkawis caravan mobile, abdi kirang apal (tentang caravan mobile, saya kurang hapal),” ujar Eriska saat dikonfirmasi melalui pesan whatsapp, Senin (12/8/2024).
Eriska lantas meminta agar mengkonfirmasi persoalan kasus dugaan korupsi pengadaan Caravan Mobile Labolatorium Covid-19 tersebut secara langsung ke dinas terkait, yakni Dinkes Bandung Barat.
“Saenamah sareng teknis dinkes we kang, bilih lepat (bagusnya dengan teknis dinkes saja kang, takut salah),” tandas Eriska, singkat.
BACA JUGA:Tanggapi Kasus Cuci Darah pada Remaja, Disdik Cimahi Ungkap Masih Ada Tantangan
Diketahui sebelumnya, Kejaksaan Negeri (Kejari) Bale Bandung melakukan penyitaan kendaraan Caravan Mobile Labolatorium Covid-19 milik Dinkes Bandung Barat untuk dijadikan barang bukti kasus pengadaan barang dan jasa.
Kendaraan yang awalnya berada di halaman Gedung D Perkantoran Pemkab Bandung Barat itu, diangkut oleh petugas pada Kamis, 8 Agustus 2024 yang selanjutnya akan dilakukan proses penyelidikan.
Kasus dugaan korupsi pengadaan Caravan Mobile Labolatorium Covid-19 sebetulnya sudah ditangani oleh Kejari Bale Bandung sejak awal 2022 lalu.
Namun, sampai saat ini Kejari Bale Bandung belum menetapkan tersangka terkait kasus itu. Bahkan kalangan pegiat anti korupsi menilai Kejari Bale Bandung lamban.
BACA JUGA:Menakar Sisa Lahan Sawah di Bandung, Gin Gin: Hanya Cukup untuk 5 Persen Penduduk
Berdasarkan data dari Layanan Pengadaan Sistem elektonik (LPSE) kasus ini bermula dari Dinas Kesehatan Bandung Barat melakukan pengadaan barang satu unit kendaraan Caravan Mobile Labolatorium Covid-19 pada tahun anggaran 2021 dengan pagu sebesar Rp6 miliar.
Sedangkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) sebesar Rp 5 miliar. Proyek pengadaan kendaraan tersebut telah mengalami 12 kali perubahan dengan pemenang tender oleh PT Multi Artha Sehati yang beralamat di Jalan Kebon Kalapa Nomer 21 Kota Cimahi dengan harga kontrak sebesar Rp4,4 miliar.
Menaggapi hal ini Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri Bale Bandung Heryanto Hamonangan mengakui, kasus ini masih dalam tahap penyidikan dan terus diproses dengan memanggil saksi-saksi untuk dimintai keterangan.