JABAR EKSPRES – Parkiran liar yang berada di sejumlah titik wilayah Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung seakan dibiarkan hingga menjamur.
Keberadaan parkiran liar tersebut cukup merugikan, karena retribusinya tidak masuk sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Bandung.
Selain itu, maraknya parkiran liar di wilayah Kecamatan Cicalengka juga dinilai meresahkan warga, sebab lapaknya hampir ada di setiap depan toko di ruas Jalan Raya Cicalengka.
Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Bandung melalui Kepala UPTD Pengelolaan Parkiran, Ruddy Heryadi mengatakan, meski marak parkiran liar tapi di wilayah Kecamatan Cicalengka bukan berarti tak ada parkiran resmi.
“Kalau seluruh Cicalengka, jumlah parkiran yang resmi totalnya ada 12 titik,” katanya saat ditemui Jabar Ekspres belum lama ini.
Ruddy mengakui, dari 12 titik lapak parkiran resmi, ada satu di antaranya justru dikelola oleh juru parkir (Jukir) liar, alias bukan oleh Jukir yang resmi di bawah naungan Dishub Kabupaten Bandung.
“Ada satu lapak parkiran resmi yang justru dikelolanya oleh Jukir (liar) yang tidak terdaftar resmi di kami (Dishub Kabupaten Bandung),” bebernya.
Pihaknya pun telah mengantongi jumlah lapak parkiran ilegal yang diketahui sudah cukup lama beroperasi di wilayah Kecamatan Cicalengka.
BACA JUGA: Kabupaten Bandung Butuh Mall dan Konektivitas Objek Wisata
“Saya sudah melakukan pengecekan dan pemantauan, kemudian saya juga sudah terima laporan dari Korlap (koordinator lapangan), jumlah parkiran liar di Cicalengka ada 10 titik yang tidak resmi,” ungkapnya.
Sementara mengenai retribusi, Ruddy menjelaskan, pihaknya hanya menerima pemasukan dari lapak parkiran resmi, sehingga untuk biaya parkiran liar dirinya tak mengetahui kemana retribusi tersebut mengalirnya.
“Ada tiket parkir yang tertulis untuk motor Rp2.000 per satu jam pertama,” jelasnya.
Melalui informasi yang dihimpun Jabar Ekspres, parkiran di area Alun-Alun Cicalengka statusnya resmi dengan sistem kolaborasi, antara Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Cicalengka Kulon dengan Dishub Kabupaten Bandung.
Akan tetapi, satu titik lapak justru diketahui tidak terkelola secara maksimal, sebab pengelolaannya bukan oleh Jukir yang resmi, melainkan oleh Jukir liar.