JABAR EKSPRES – Pemerintah Israel terkejut saat mengetahui Hamas menerima usulan gencatan senjata terbaru yang disusun mediator Qatar dan Mesir.
Mereka baru mengetahui tanggapan Hamas satu jam setelah dirilis, menurut laporan Axios pada Selasa.
Sebelumnya pada Senin (6/5), Hamas memberi tahu Qatar dan Mesir bahwa mereka menyetujui persyaratan kesepakatan gencatan senjata yang disusun.
Usulan tersebut menetapkan tiga tahap dalam 42 hari. Selama periode itu, gencatan senjata menyeluruh di Jalur Gaza serta pertukaran sandera Israel dengan tahanan Palestina diharapkan sudah bisa selesai.
Para pejabat Israel merasa terlambat diberi tahu tentang keputusan Hamas dan mereka juga marah karena usulan yang diterima Hamas diduga mengandung “banyak elemen baru” yang belum dibahas dengan Israel.
“Jadinya seperti proposal yang benar-benar baru,” kata salah satu pejabat Israel.
BAC JUGA: Hamas Setujui Proposal Gencatan Senjata Gaza, Ini Riciannya
Usulan baru tersebut disampaikan para mediator kepada delegasi Hamas selama kunjungan mereka ke Kairo akhir pekan lalu.
Sementara itu, Amerika Serikat juga telah mengundang perwakilan Israel untuk mengunjungi Kairo bersama Hamas namun anjuran itu ditolak.
Otoritas Israel merasa sangat kecewa dengan peran Washington sebagai mediator dengan Hamas.
Direktur CIA Bill Burns mengetahui usulan baru tersebut, tetapi menurut laporan Axios, ia diduga tidak memberi tahu Israel soal usulan baru.
Pejabat senior AS mengatakan bahwa diplomat-diplomat Amerika telah menjalin kontak dengan mitra-mitra mereka dari Israel, dan menambahkan bahwa tidak ada kejutan.
BACA JUGA: Saat KTT OKI Menlu Turki Ajak Negara Muslim untuk Menekan Israel Akhiri Perang
Pasukan Pertahanan Israel pada Senin memulai operasi militer di bagian timur Rafah, setelah mendesak penduduk di sana untuk evakuasi. Lebih dari satu juta orang diyakini berlindung di kota tersebut.
Gerakan Palestina Hamas mengatakan mereka telah menyetujui ketentuan perjanjian gencatan senjata Gaza yang diusulkan oleh Mesir dan Qatar, namun Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebut perjanjian itu tidak dapat diterima.