Pemerhati Pemerintah Kota Banjar: Parpol Jangan Asal Rekom Cawalkot

JABAR EKSPRES – Pemerhati pemerintah Kota Banjar Firman Nugraha SH CLA menegaskan, partai politik (Parpo) yang ada di daerah harus lebih tajam dan transparan dalam segala aspek untuk menentukan calon pemimpin (Cawalkot) di Kota Banjar.

 

Menurut dia, Parpol sebaiknya membuat tradisi konvensi kandidat untuk mengerucutkan calon yang pantas untuk menjadi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banjar periode 2024-2029.

“Parpol jangan asal rekom, parpol-parpol seharusnya mentradisikan konvensi kandidat. Otonomi daerah dengan pelaksanaan pilkadanya adalah bentuk paling nyata dari proses demokrasi yang dirasakan dan berdampak langsung tethadap masyarakat lokal,” kata Firman Nugraha, Minggu 17 Maret 2024.

Menurut dia, kepemimpinan lokal sangat erat dengan kehidupan masyarakat lokal sehari-hari. Kepala Daerah mendekatkan rentang kendali negara terhadap masyarakat. Dari soal kebijakan pendidikan, kebutuhan dasar, bansos, infrastruktur dan iklim ekonomi lokal sangat ditentukan bagaimana suatu kepemimpinan lokal itu dijalankan.

“Kita berharap tentunya, kepemimpinan daerah di Kota Banjar, menjelang pilkada mendatang, dapat menghadirkan kepemimpinan yang well-performed. Dapat mengoptimalkan kapasitas jabatan kepala daerah untuk percepatan pembangunan di Kota Banjar,” kata dia.

Maka dari itu, upaya untuk mendorong hadirnya kepemimpinan yang well-performed ini, harus dimulai dari proses kandidasi di tingkat partai politik yang lebih deliberatif.

“Artinya apa, proses kandidasi itu harus transparan dan syarat pengujian. Lakukanlah konvensi partai atau semacam proses primary atau caucus. Dimana partai politik perlu menyelenggarakan pemilihan raya internal maupun inklusif untuk menominasi kandisasi. Dalam proses tersebut, tentu dialog dan perdebatan visi-misi serta narasi diselenggarakan,” kata dia.

Dengan proses konvensi partai tersebut, tambah Firman, tetunya rekomendasi kandidat yang maju itu diharapkan bukan hasil penunjukan (apalagi top-down) yang dilaksanakan diruang-ruang gelap partai, tapi menjadi sebuah mekanisme terbuka yang dapai divalidasi oleh kader-kader partai dan publik secara umum.

“Jangan hanya karena seseorang itu ‘anu dan anu’ atau merasa punya kuasa dan kapital sehingga bisa ‘patpatgulipat’ untuk mengkondisikan dan membeli tiket dukungan partai. Entah bagaimana prosesnya tiba-tiba si anu sudah dijamin saja dapat tiket. Padahal setiap kader memiliki kesempatan yang sama untuk diuji kelayakannya melalui konvensi,” ujarnya.

Writer: Cecep Herdi

Tinggalkan Balasan