“Kami berharap pemerintah dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menstabilkan harga beras dan memulihkan stabilitas perdagangan, terutama bagi konsumen yang kembali membeli beras di pasar tradisional,” harap Lili.
Sementara itu, hal yang serupa dikemukakan oleh Abuy (25), menurutnya meskipun harga beras relatif turun, namun pembeli masih sepi tidak seperti biasanya.
“Sebagian karena dampak dari program bantuan beras pemerintah yang dikenal sebagai beras SPHP yang menyasar kepada masyarakat,” ucap Abuy.
Menurut Abuy, konsumen cenderung memilih untuk membeli beras SPHP dari Bulog. Dia menyatakan bahwa hingga saat ini belum ada pasokan beras SPHP yang tiba di pasar Antri Baru.
“Harga beras premium disini sekarang Rp. 80.000 untuk kemasan 5 kg, turun dari sebelumnya yang mencapai Rp. 85.000. Sedangkan harga SPHP adalah Rp. 53.000 per kilogram. Tentu saja, secara otomatis orang akan memilih yang lebih murah,” ungkap Abuy.
Dia juga mengungkapkan kurangnya perhatian terhadap para pedagang di Pasar Antri Baru terkait belum dilakukannya inspeksi harga.
“Sampai saat ini, kami belum menerima kunjungan inspeksi harga dari pihak pemerintah, terutama dari Polres Pangan. Jika tidak salah, mereka pernah melakukan kunjungan sekali beberapa waktu lalu,” ungkap Abuy.
Abuy mengatakan, pelaksanaan program bantuan beras SPHP telah menyebabkan penurunan omset. Hal ini mengakibatkan tersisa stok beras yang berlebihan dan belum terjual di jongkonya.
“Kami berharap pemerintah dapat memberikan perhatian kepada kami, para pedagang tradisional di pasar, karena kami juga membutuhkan bantuan. Misalnya, dalam menstabilkan harga dan mengembalikan kepercayaan konsumen yang dulunya sering berbelanja di sini, namun sekarang menjadi jarang bahkan tidak pernah,” pungkasnya. (Mong)