Untuk hasil yang lebih optimal, ungkap Asep, urban farming di setiap daerah bisa ditanami tanaman yang berbeda. Sehingga terus menerus tiap bulan ada panen secara bergiliran.
“Sehingga tidak sekedar mengisi tanah-tanah yang kosong, memanfaatkan ruang-ruang halaman kita, tetapi bagaimana ini memberikan produktivitas supaya mengantisipasi ketahanan dan kerawanan pangan kita, ” tuturnya.
Lewat Perda ini, kata Asep, Pemkot Bandung juga didorong untuk melakukan kerja sama, bukan hanya sebatas dengan pihak swasta, Perguruan tinggi, instansi-instansi lain, tapi juga dengan pemerintah kota/kabupaten lain yang menyuplai kebutuhan pangan.
“Ini sangat penting supaya kita sebagai konsumen dan kabupaten/kota lain sebagai produsen, itu bisa menjadikan Kota Bandung prioritas jika ada hal-hal tertentu dalam kerawanan pangan maka kita ada jaminan bahwa ketersediaan pangan di Kota Bandung terpenuhi, ” ujarnya.
Selain itu, kata Asep, pihaknya menginginkan adanya pemberian insentif dan disinsentif untuk wilayah-wilayah tertentu yang selama ini dijadikan pertanian. Misalnya dengan pengurangan pembayaran PBB karena mereka sudah memberikan kontribusi di mana lahannya itu dijadikan lahan pertanian. Hal ini juga supaya lahan mereka tidak dialihfungsikan.
“Bicara soal pelayanan di bidang pertanian dan perikanan ini juga harus ada keseriusan dan kesungguhan dari pemerintah, di mana lahan pertanian yang ada di support secara infrastruktur misalnya irigasi atau pengairan. Karena kalau lahan pertanian yang ada sekarang kalau tidak dioptimalkan, tidak dimanfaatkan ya tidak akan menjadi sesuatu hal yang memberikan efektivitas untuk kebutuhan masyarakat Kota Bandung, ” pungkasnya. (*)