JABAR EKSPRES – Pemerhati politik dan pemerintah Kota Banjar, Firman Nugraha, mengkritisi proses demokrasi dalam Pemilu 2024 yang dinilai syarat dengan transaksional.
“Saya sendiri masih mengelus dada atas Pemilu 2024, 14 Februari kemarin. Ini Pemilu paling brutal yang pernah saya saksikan. Habitat politik elektoral ini nampak seperti lingkaran setan. Bagaimana relasi antara politisi dan konstituen itu tidak lagi soal ‘trust‘, solidaritas atau partnership, tapi relasinya bersifat transaksional,” kata dia, Senin 26 Februari 2024.
Ia menyatakan, Caleg tak ubahnya seperti komoditas. Relasinya jual-beli, seperti membeli barang. Suara dihargakan secara material, ada nominalnya. Nahasnya, hal itu menjadi cara cepat dan efektif untuk mendulang suara.
BACA JUGA: Pemkot Banjar Minta Bantuan Kejaksaan Tangani Investor BWP
“Itu fakta. Politik nilai nampak seperti tidak zamani, bergeser menjadi politik rupiah dan sembako,” ucapnya.
Menurut dia, Caleg nyaris tidak lagi dilihat sebagai manusia politik yang berperan mengagregasi aspirasi, edukatif dialogis, yang membawa perjuangan ideologis dan narasi pembangunan bersama.
“Kita kehilangan kemewahan itu dalam proses politik kemarin. Kompetisi politik elektoral kita nampak seperti tidak ada ugeran-ugeran keluhuran politik yang diajar-teladankan oleh para pendiri bangsa kita,” ujarnya.
“Nyaris kita luput dan menormalisasi cara bermain politik seperti itu. Saya ulangi lagi, ini seperti lingkaran setan. Siapapun, orang baik seperti apapun, akan terpaksa menjadi buruk dalam sistem politik seperti ini,” lanjut Firman.
BACA JUGA: BWP Mangkrak, Bukti Gagalnya Pembangunan di Kota Banjar
Kemudian, jelas dia, salam demokrasi esensinya adalah soal mandat rakyat. Suatu demokrasi yang berhasil itu cirinya adanya keselarasan dan kesinambungan kepercayaan antara wakil dan konstituennya. Wakil memegang kekuasaan pemerintahan itu berdasarkan mandat rakyat sebagai konstituen, artinya wakil itu merupakan agen yang menjalankan mandat dari konstituen.
“Nyatanya, relasi itu semakin rusak belakangan ini, evaluasi wakil oleh konstituen tidak lagi didasarkan pada kinerja, tapi didasarkan pada transaksi material. Contoh saja, ada caleg yang cukup punya modal sosial atas kontribusinya kepada masyarakat selama ini, tapi hal itu lenyap dalam penilaian masyarakat dan lebih dipengaruhi politik uang, pada hari-hari menjelang pencoblosan,”, terangnya.