Konflik Gereja dan Bank, Bupati Cianjur: Jemaat Gereja Juga Warga Cianjur

JABAR EKSPRES – Senin (15/1/2024) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cianjur, Jawa Barat dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) menfasilitasi pertemuan antar pihak pengurus Gereja Kristen Alkitab Indonesia (GKAI) Puncak Cipanas dengan pihak Bank yang akan hendak mengeksekusi tanah bangunan gereja tersebut.

Herman Suherman, Bupati Cianjur mengungkapkan bahwa dirinya sangat prihatin terhadap peristiwa ini. Hal tersebut disebabkan karena lahan gereja dijadikan jaminan untuk meminjam uang ke bank, hingga pihaknya akan segera menggelar rapat bersama Forkopimda dengan tujuan untuk mencarikan solusi atas kejadian ini.

“Seharusnya Bank yang bersangkutan memastikan jaminan yang diberikan tidak langsung mencairkan pinjaman, terlebih di atasnya sudah berdiri gereja, jemaat gereja juga warga Cianjur, sehingga kami akan mencarikan solusi setelah rapat dengan Forkopimda,” jelasnya Senin (15/1/2024), dikutip dari Antara News.

Ia mengatakan bahwa pihaknya telah memberikan dukungan penuh terhadap jemaat gereja yang saat ini sudah terusik karena tempat beribadahnya akan dieksekusi oleh pihak Bank, atas kebebasan beragama yang dilindungi oleh undang-undang.

BACA JUGA: Jemaat Gereja Katolik Santo Filipus Kota Banjar Diberi Kejutan Oleh Warga Usai Misa Malam Natal

“Meskipun Cianjur mayoritas beragama islam, namun kerukunan umat beragama selama ini tidak pernah terganggu, jemaat gereja juga memiliki hak yang sama dalam menjalankan ibadah karena warga saya,” tegasnya, dikutip dari Antara News.

Jemaat gereja GKAI Puncak Cipanas sempat melakukan aksi damai yang bertujuan untuk meminta mediasi atas rencana eksekusi yang akan dilakukan oleh pihak Bank Perkreditan Rakyat (BPR) CAR selaku penerima jaminan dari anak pemberi hibah lahan untuk gereja seluas 9.000 meter persegi itu di depan kantor Pengadilan Negeri Cianjur.

Parhimpunan Simatupang, selaku Pendeta GKAI Puncak mengatakan bahwa awal mula konflik tersebut terjadi ketika sertifikat tanah gereja yang telah berdiri sejak 40 tahun lalu itu digadaikan ke perbankan oleh anak pemberi hibah pendeta Timbul Pangabean setelah meninggal.

“Lahan seluas sembilan ribu meter itu, terbagi dalam dua sertifikat, surat tanah yang telah dihibahkan untuk gereja digadaikan ke perbankan oleh anak ketiga dari pemberi hibah, namun gagal bayar sehingga Bank akan melakukan eksekusi atas aset yang dijaminkan itu,” ujar Parhimpunan, dikutip dari Antara News.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan