Walhi Jabar Soroti Konflik Agraria, Pemerintah Diminta Berpihak Pada Warga

JABAR EKSPRES – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat menyoroti persoalan agraria yang terjadi di wilayah Kabupaten Sumedang.

Manager Program dan PSD Walhi Jabar, Fauzi Rachman Danial mengatakan, terkait polemik agraria di Kabupaten Sumedang, kelompok tadi di Desa Citengah, Kecamatan Sumedang Selatan perlu jadi perhatian.

“Sampai saat ini permohonan kelompok tani tidak ada kejelasan dari pihak Pemerintahan Kabupaten Sumedang,” kata Fauzi kepada Jabar Ekspres, Selasa (2/1).

Dia mengungkapkan, PJ Bupati Sumedang, Herman Suryatman hingga kini tidak juga mengeluarkan surat Penetapan Lokasi Tanah Objek Reforma Agraria untuk Kelompok Tani Margawindu.

Selain itu, Fauzi menilai bahwa Pejabat Sementara Bupati Kabupaten Sumedang, tidak ada keberpihakan kepada rakyatnya yang sudah jelas memiliki Hak Atas Tanahnya.

Hal tersebut merujuk sesuai aturan yang diamanatkan pada Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960.

“Bahkan kami melihat tidak berpihaknya PJ Bupati Sumedang, mempunyai kepentingan lainnya di lahan Eks HGU PT Chakra yang sedang diperjuangkan masyarakat,” tukasnya.

Melalui informasi yang dihimpun Jabar Ekspres, lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) nomor 5 tahun 1960, yang diperingati bersamaan dengan Hari Tani Nasional, mengamanatkan perubahan mendasar terhadap prinsip-prinsip hukum agrarian kolonial.

Dari pengukuhan hukum adat, pelarangan monopoli penguasaan tanah dan sumber agrarian lain, pengikisan praktik feodalisme, serta jaminan kesetaraan hak atas tanah bagi laki-laki dan perempuan, merupakan prinsip-prinsip UUPA untuk mewujudkan keadilan sosial.

Setelah 57 tahun UUPA diundangkan, para praktik di lapangan justru ketimpangan struktur agraria dan konflik agrarian masih terus terjadi.

Warga Desa Citengah yang tergabung dalam kelompok masyarakat petani penggarap, membentuk Kelompok Tani Margawindu sejak 1998 lalu, secara turun-temurun mereka telah lama menggarap tanah.

Adapun luasan yang digarap masayarakat mencapai sekira 217 hektare, berlokasi di lahan Eks HGU Perkebunan PT Chakra, yang telah habis masa usahanaya pada tahun 1997 lalu.

Bahkan sudah ada satu kampung yang terlah berdiri di lahan tersebut, tercatat sebanyak 30 Kepala Keluarga (KK) di Blok Cisoka mendirikan rumah sebagai hunian mereka. 30 KK tersebut adalah buruh pemetik Teh yang selama ini bekerja di PT Cakra.

Writer: Yanuar Baswata

Tinggalkan Balasan