JABAR EKSPRES – Ditunjuknya Kecamatan Ujungberung sebagai pilot project atau wilayah percontohan, terkait penerapan teknologi nyamuk aedes aegypti yang disuntikan bakteri nyamuk wolbachia, yaitu karena sebaran kasus demam berdarah dengue (DBD) di wilayah itu cukup tinggi.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung, pada tahun 2022, Ujungberung termasuk ke dalam jajaran sepuluh besar kecamatan dengan angka tertinggi soal kasus penyebaran DBD.
Selain itu, Kepala UPT Puskesmas Ujung Berung Indah pun sempat mengikuti pelatihan wolbachia di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Universitas Gadjah Mada (UGM).
BACA JUGA: Pemkot Bandung Harap Wolbachia Bisa Turunkan Angka DBD Seperti di Yogyakarta
“Dan waktu itu di awal tahun, setelah beliau mengikuti pelatihan mulai sosialisasi,” kata Kepala Bidang (Kabid) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung, Ira Dewi Jani, pada Selasa (28/11).
“Kalau untuk tahun 2023 ini, Ujungberung sebenarnya peringkatnya turun ke-13. Kalau sampai tahun 2022 pas keputusan diambil kenapa harus Ujungberung, memang masih 10 besar,” tambahnya.
Ira melanjutkan, begitupun dengan Kota Bandung. Selama kurun waktu 2021 hingga 2023, kasus DBD selalu tinggi. Bahkan berdasarkan data, menurutnya, Bandung memiliki angka amat tinggi.
“Kasusnya itu tertinggi bukan cuma se-Jabar tapi se-Indonesia,” tegasnya.
Sementara pada saat ini, dirinya merincikan bahwa terjadi pengurangan jumlah kasus apabila dibandingkan tahun 2022. Tercatat dan terlaporkan, per Oktober 2023 ada sebanyak 1.785 kasus.
BACA JUGA: Wolbachia Disebar di Satu Titik Ujungberung, Kemungkinan Ditambah
“Dibandingkan tahun kemarin sih memang berkurang. Tapi tetep aja sebetulnya (masih tinggi),” ujarnya.
“Ternyata kondisinya kasusnya masih banyak. Masih ada kasus-kasus yang meninggal disebabkan oleh DBD. Jadi kita mau mencoba lagi gimana caranya kasusnya bisa diturunkan. Targetnya tahun 2030 harus zero death,” pungkasnya. (zar)