Lahan Cijeruk Makin Panas, Kini Keberadaan Camat dan Kades Dipertanyakan

BOGOR, JABAR EKSPRES – Sengketa lahan antara PT Bahana Sukma Sejahtera (BSS) dengan warga dan penggarap terus berlangsung hingga saat ini. Persoalan yang berlarut-larut itu belum ada titik temu membuat puluhan warga dan penggarap pun mengaku kesal terhadap pemerintah setempat. Seharusnya, Forkopimcam selaku pimpinan wilayah Cijeruk seharusnya bisa menyelesaikan persoalan lahan tersebut.

Seperti diketahui, PT BSS, atas dasar Surat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 6 Tahun 1997 yang dimilikinya, terus melakukan aktivitas perataan tanah menggunakan alat berat.

Pihak perusahaan diketahui mulai menginstruksikan para penggarap keluar dari lahannya. Bahkan, dikabarkan telah menutup usaha kedai kopi milik warga setempat karena berada di atas tanah BSS.

Salah satu tokoh masyarakat Cijeruk, Habib Alwi menyampaikan, warga dan pengarap masih keberatan dengan adanya aktivitas alat berat di wilayahnya.

“Kami tidak menolak rencana yang akan dilakukan BSS di tanahnya. Namun banyak yang harus dibereskan dulu. Saya tidak ridho jika perusahaan main usir dan menutup usaha warga begitu saja,” kata Habib Alwi kepada Jabar Ekspres, Kamis 23 November 2023.

BACA JUGA: Rasionalisasi PT BSS Soal Proyek Nimo Land

Habib Alwi menjelaskan, keinginan warga dan penggarap adalah pihak PT BSS menghentikan dahulu aktivitas perataan tanah di lereng Gunung Salak sebelum mengantongi izin lingkungan dari masyarakat, amdal, maupun izin operasional dari Pemkab Bogor.

“Kalau selama ini pihak Muspika, desa, dan BSS mengatakan sudah ada izin warga, berapa orang yang tanda tangan dan siapa saja. Tiga empat lima orang tidak bisa mewakili warga keseluruhan. Saya saja merasa belum terwakili. Pihak PT BSS saja tidak bisa menunjukkan bukti tanda tangan persetujuan warga,” tegasnya.

Selain keberatan soal aktivitas alat berat, warga dan pengarap juga meminta PT BSS untuk mengeluarkan nama Suhendra karena dinilai warga tidak menjunjung etika dan diduga premanisme.

Kemudian, warga juga meminta audiensi dan bermusyawarah secara terbuka dengan Camat, Kepala Desa, Kapolsek, Danramil, Ketua RW dan RT.

“Sudah beberapa kali kami mengundang Kepala Desa dan Camat untuk hadir. Tapi, sampai hari ini saya melakukan pertemuan dengan PT BSS juga tidak hadir. Padahal saya sudah banyak menjelaskan persoalannya melalui pesan ke Kepala Desa. Kalau kami harus berhadapan langsung dengan petugas atau pegawai PT BSS di lapangan akan rawan benturan dan gesekan,” ucapnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan