Perkara Lahan Cijeruk, Sembilan Bintang Minta BPN Tegas

JABAR EKSPRES – Kisruh lahan saling klaim antara penggarap dan PT Bahana Sukma Sejahtera (BSS) hingga kini masih berlanjut. Masalah lahan dengan luas 40 Hektar di Kampung Luwuk, Desa Cijeruk, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor itu sudah masuk ranah pelaporan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bogor.

Namun, tidak koperatif nya pihak BPN Kabupaten Bogor membuat geram kuasa hukum penggarap hingga harus mendatangi kantor BPN.

Kuasa hukum meminta kepastian hukum, terhadap surat yang telah dilayangkannya pada tanggal 17 Oktober 2023 lalu. Terkait surat permohonan penetapan tanah terlantar terhadap sertifikat hak guna bangunan (SHGB) Nomor 6 Tahun 1997 atas nama PT BSS.

BACA JUGA: Buntut Penangkapan Terorisme, Pemkab Bogor Tingkatkan Keamanan

Rd. Anggi Triana Ismail, selaku tim kuasa hukum penggarap, menilai dengan sikap diamnya Kantor Pertanahan Nasional baik pusat maupun daerah, mengakibatkan situasi menjadi semakin kacau balau.

“Bila BPN terlalu banyak diam soal permasalahan ini, kami pastikan keadaan sosial akan menjadi cikal bakal ladang konflik yang berkepanjangan dan tentu akan menciptakan korban-korban tidak berdosa.”katanya kepada media, Kamis, 2 November 2023.

Ia meminta, BPN Kabupaten Bogor untuk memperhatikan dan melihat fakta yang terjadi di lapangan soal konflik yang harus diselesaikan.

“Kami minta BPN segera bangun dari tidurnya dan kemudian, tatap fakta hari ini yang segera harus dituntaskan. Sebagai instansi yang memiliki kewenangan khusus dalam pencegahan serta penanganan konflik kepemilikan,” tegasnya.

Jika dilihat dari Perintah UU, sudah jelas, sebagaimana Pasal 27, Pasal 34 & Pasal 40 UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria terkait hak atas tanah hapus antara lain karena diterlantarkan.

BACA JUGA: Pabrik Boneka di Bogor Terbakar, Ini Penyebabnya!

Belum lagi, perintah Peraturan Pemerintah RI No. 18 Tahun 2021 di Pasal 46, yang menyebutkan bahwa “Hak Guna Bangunan hapus karena dibatalkan haknya oleh Menteri sebelum jangka waktunya berakhir karena tidak terpenuhinya ketentuan kewajiban dan/atau larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dan/atau Pasal 43. Dari dasar itu, BPN harus tegas dan bersikap sebagaimana pemangku kebijakan,” jelasnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan