Hamas, berbeda dengan ISIS, sudah ada selama beberapa dekade dan merupakan kekuatan politik yang dikenal. Seiring berjalannya waktu, Hamas telah memisahkan diri dari Organisasi Pembebasan Palestina dan memenangkan pemilihan umum Palestina tahun 2006 di Gaza. Mereka terus melakukan negosiasi dengan Israel mengenai perbatasan dan tata kelola Gaza.
Hamas juga membenarkan tindakan teror sebagai perlawanan terhadap pendudukan Israel dan memanfaatkan kondisi sulit di Gaza untuk merekrut anggota baru. Meskipun Israel mungkin menghancurkan struktur politik dan militer Hamas, pandangan Hamas sebagai gerakan perlawanan nasionalis-religius Palestina tidak akan hilang di mata dunia Arab.
Penderitaan yang ditimbulkan oleh metode Israel, seperti memutuskan pasokan air, makanan, dan bahan bakar bagi warga sipil Palestina di Gaza, banyak menyebabkan perasaan kesengsaraan di kalangan mereka. Sisa-sisa gerakan bersenjata seperti Hamas, Jihad Islam Palestina, dan gerakan lain yang belum terbentuk, dapat memanfaatkan kebencian tersebut untuk melancarkan serangan di masa depan.
Untuk menghadapi ancaman ini, pemimpin Israel harus menghindari perbandingan yang mudah dan memerhatikan bahwa daya tarik Hamas bagi banyak anggotanya tidak berpusat pada ekstremisme agama, melainkan pada kemarahan, kesedihan, dan keputusasaan.
Menciptakan lebih banyak kehancuran dan keputusasaan bukanlah cara untuk mengalahkan lawan yang tak ada habisnya. Memastikan kebebasan, martabat, dan penentuan nasib sendiri bagi rakyat Palestina telah menjadi tuntutan mereka selama 75 tahun, dan hal ini akan menjadi cara yang paling efektif untuk memastikan keamanan jangka panjang bagi Israel. Namun, berdasarkan situasi saat ini, capaian tersebut semakin jauh dari realisasi bagi jutaan rakyat Palestina.
Baca Juga: Cek Fakta: Taliban Izin Melintas untuk Bantu Hamas Melawan Israel