Sembilan Prof dan Dr Hukum Menyoal Kasus RKAB Minerba

Kemudian, terkait kerugian negara harus dipandang sebagai suatu sebab-akibat yang timbul dari suatu perbuatan. Baik perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan. ” jumlahnya harus dihitung secara pasti bukan berpotensi merugikan negara,” cetus mantan Hakim Tipikor itu.

HM Nawawi melanjutkan, sebelum menetapkan seseorang menjadi tersangka, penyelidik/penyidik terlebih dahulu harus memastikan adanya kerugian negara yang di declare oleh BPK. Pada prosesnya, BPK akan memberi kesemaptan kepada pelaku untuk memulihkan kerugian tersebut, manakala tidak dipulihkan dalam waktu 60 hari maka BPK meromendasikan kepada APH untuk dilakukan proses hukum.

Di sisi lain, Adjat Sudradjat menilai bahwa masalah prosedur penerbitan RKAB oleh Dirjen MInerba merupakan ranah Hukum Administrasi Negara. Sehingga kewenangannya ada di PTUN bukan di Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tipikor. “Kebijakan yang dilakukan oleh pejabat publik dalam hal ini Dirjen Minerba KESDM tidak bisa diminta pertanggung jawaban pidana,” singgungnya.

BACA JUGA: Petani Jabar Desak KPK Segera Tangkap Mentan

A Zakiyuddin menambahkan, Pejabat publik dalam melakukan diskresi harus berdasarkan azas-azas umum pemerintahan yang baik. Kemudian diskresi yang bersifat sementara tidak boleh selamanya, sehingga harus segera diformalisasikan menjadi permanen sesuai prinsip prinsip manajemen berjenjang.

Kemudian Mohamad berpendapat bahwa pada mekanisme produk birokrasi, paraf atau klik oleh staf pertanggung jawabannya gugur setelah surat ditanda tangani pimpinan. Lalu pada produk birokrasi seorang staf tidak bisa dipersalahkan karena harus melaksanakan tugas pimpinan sesuai tupoksi dan disposisi.

Sementara itu Yetty Soehardjo menilai kasus penambangan nikel di Blok Mandiodo Sulawesi Tenggara sebagai akibat pembiaran terlalu lama ilegal mining. “Seharusnya diproses secara Tipiter bukan Tipikor,” jelasnya.

Di sisi lain, LM Bairun berpendapat bahwa Kasus aquo di Blok Mandiodo Sulawesi Tenggara, merupakan hubungan hukum perdata karena adanya MOU antara PT Aneka Tambang dengan mitra usaha. Lalu karena adanya Wanprestasi PT Antam menyatakan ada potensi kerugian Negara Rp 5,7 Triliun yang merupakan jumlah kualitatif dari kegiatan penambangan liar. “Kasus RKAB oleh Dirjen Minerba tidak ada hubungan sama sekali dengan kerugian Aneka Tambang,” cetusnya.(son)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan