JABAR EKSPRES- Menurut analis pasar mata uang Lukman Leong, rupiah berpotensi mengalami penguatan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) setelah mengalami koreksi. Hal ini terkait dengan data ekonomi AS, yaitu penjualan rumah tertunda dan indeks manufaktur The Fed Kansas yang menunjukkan pelemahan yang signifikan.
Indeks aktivitas manufaktur The Fed Kansas pada bulan September 2023 mengalami penurunan signifikan, mencapai angka minus 13 dibandingkan dengan bulan Agustus 2023 yang sebesar 12,0.
Lukman Leong menjelaskan, “Meskipun terdapat potensi penguatan rupiah, kita perlu memahami bahwa investor masih akan menantikan data inflasi PCE (Personal Consumption Expenditure) AS yang penting malam ini.” Prediksi indeks PCE AS memperkirakan kenaikan sebesar 0,2 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
Selain itu, saat ini AS menghadapi situasi penutupan sebagian pemerintah (partial government shutdown) yang dapat memengaruhi publikasi data ekonomi. Ini membuat visibilitas mengenai kinerja ekonomi AS menjadi terbatas.
Baca juga: Rupiah to US Dollar Exchange Rate Prediction
Baca juga: Prediksi Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS
Senat AS masih berusaha mencapai kesepakatan mengenai perjanjian pendanaan sementara, tetapi diperkirakan akan dihadapi penentangan dari Partai Republik di DPR.
Kongres AS memiliki batas waktu tengah malam pada Sabtu (30/9) untuk menyetujui anggaran baru dan menghindari terjadinya penutupan pemerintahan. Ketua DPR Kevin McCarthy menyatakan bahwa masih ada waktu untuk mencapai kesepakatan yang tertunda.
Lukman juga mencatat bahwa dalam tinjauan prospek perekonomian global, terutama China, mata uang tersebut masih berdampak negatif terhadap mata uang Asia dan Eropa. “Saat ini, suku bunga AS memiliki pengaruh yang lebih dominan,” tambahnya.
Pada pagi Jumat, nilai tukar (kurs) rupiah yang diperdagangkan antarbank di Jakarta mengalami penguatan sebesar 0,16 persen atau 25 poin, mencapai Rp15.495 per dolar AS, dibandingkan dengan sebelumnya Rp15.520 per dolar AS.