JABAR EKSPRES – Prancis menyaksikan luapan ketidaksetujuan publik yang luar biasa pada Sabtu, 23 September 2023, ketika puluhan ribu orang turun ke jalan dalam demonstrasi besar-besaran yang bertujuan untuk mengecam rasisme dan kebrutalan polisi.
Diorganisir oleh partai-partai politik sayap kiri, serikat pekerja, dan berbagai organisasi masyarakat sipil, demonstrasi tersebut membawa banyak tuntutan.
Di antara tuntutan yang menonjol adalah tuntutan untuk peraturan yang lebih ketat yang mengatur penggunaan senjata api polisi, pembentukan badan independen untuk menyelidiki tuduhan pelanggaran polisi, dan peningkatan investasi negara di lingkungan yang kurang beruntung secara ekonomi, dilansir dari Dunyanews.
Dorongan untuk protes ini sebagian berasal dari pembunuhan tragis Nahel Merzouk, seorang pemuda kelahiran Prancis berusia 17 tahun keturunan Afrika Utara, yang kehilangan nyawanya karena peluru seorang petugas polisi di Nanterre pada Juni 2023.
Petugas yang bersangkutan telah didakwa dengan tuduhan pembunuhan tidak disengaja, meskipun insiden tersebut memicu gelombang kerusuhan di seluruh negeri.
Sementara sebagian besar protes tetap damai, bentrokan yang terisolasi terjadi di pinggiran unjuk rasa di Paris.
Insiden-insiden tersebut termasuk perusakan bank dan pengepungan kendaraan polisi oleh beberapa demonstran, yang mendorong penggunaan gas air mata oleh penegak hukum untuk membubarkan kerumunan, dilansir dari France24.
Pihak berwenang tetap dalam keadaan siaga tinggi, menyeimbangkan kebutuhan untuk memastikan keamanan di tengah beberapa acara penting, termasuk kunjungan Paus Fransiskus ke Marseille, pertandingan Piala Dunia Rugby yang sedang berlangsung, dan kedatangan Raja Charles dan Ratu Camilla dari Inggris dalam waktu dekat.
BACA JUGA: Pascakekacauan di Prancis, Belasan Ribu Kendaraan Dibakar hingga Ribuan Bangunan yang Dirusak
Masalah kebrutalan polisi masih menjadi masalah yang terus berlanjut dan menjadi perhatian serius di Prancis, yang secara tidak proporsional berdampak pada komunitas etnis minoritas dan individu kelas pekerja.
Sebuah laporan dari media independen Prancis, Basta, seperti dikutip Anadolu Agency, mengungkapkan bahwa antara tahun 1977 dan 2020, 746 orang tewas akibat tindakan polisi, dengan 61 di antaranya adalah perempuan dan 82 anak di bawah usia 18 tahun.