JABAR EKSPRES – Sembilan anggota geng motor pelaku penganiayaan pengendara di Jalan Raya Rancaekek-Majalaya, Kampung Babakan Loa, Desa Rancaekek Kulon, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, pada Sabtu (9/9) berhasil dibekuk polisi. Mereka diamankan Jajaran Polresta Bandung kurang dari 1×24 jam.
Kapolresta Bandung Kombes Pol Kusworo Wibowo mengungkapkan, pihaknya menerima laporan adanya penganiayaan yang dilakukan anggota geng motor itu pada 10 Sepetember 2023.
”Setelah mendapat laporan, kami langsung bertindak. Sehari kemudian (11 September) kami bisa amankan para pelaku. Jadi pelaku kami tangkap dalam kurun waktu kurang dari 1×24 jam,” ungkanya, saat konferensi pers di Solokan Jeruk, Selasa (12/9/2023).
Menurut Kusworo, kesembilan anggota geng motor itu melakukan penganiayaan saat mereka berkumpul dan pesta minuman keras (Miras).
”Saat itu ada warga yang lewat, kemudian melempar botol air mineral kosong kepada para remaja tersebut,” katanya.
Merasa tidak terima, para pelaku yang merupakan anggota geng motor XTC 133 ini mencari warga tersebut.
Melihat ada pengendara motor yang mirip dengan warga pelempar botol, para pelaku langsung menyalip dan memberhentikan motor korban.
”Kemudian tiga di antaranya langsung melakukan tindak kekerasan. Sementara sisanya menunggu di motor. Tapi, ternyata mereka salah sasaran,” bebernya.
Dari hasil penangkapan, polisi mengamankan barang bukti berupa tongkat baseball karena masuk dalam kategori Daftar Pencarian Barang (DFB).
”Kami sudah mendapatkan lebih dua alat bukti yang cukup. Keterangan saksi, visum, dan petunjuk berupa pakaian, CCTV, dan keterangan tersangka antara satu dan yang lain,” ungkapnya.
Kusworo mengatakan, dari sembilan pelaku hanya tiga yang melakukan tindak kekerasan. Kemudian dari Sembilan pelaku itu juga delapan di antaranya adalah anak di bawah umur dan berstatus pelajar.
”Khusus untuk anak di bawah umur kami akan melibatkan dinas sosial dan juga lembaga untuk melakukan pendampingan terlebih dahulu. Sebab, kami tetap mengutamakan masa depan anak,” terangnya.
”Kami akan coba untuk diversikan terlebih dahulu, karena undang-undang perlindungan anak bahwa diupayakan untuk pengadilan adalah sifatnya non penal, ultimum remedium, pengadilan adalah langkah terakhir. Lebih mengutamakan masa depan anak,” katanya.