Puluhan Orang di Jakarta Gelar Aksi Solidaritas untuk Mendesak Pemerintah Lakukan Penyelesaian dan Penjelasan Kasus Munir

BACA JUGA: Buntut Bentak Siswi Magang Hingga Viral, Jabatan Bhabinkamtibmas dari Suami Seleb TikTok Ini Dicopot

“Dalam dokumen tersebut, kami menegaskan bahwa kasus Munir memenuhi unsur-unsur kejahatan kemanusiaan yang masuk dalam kategori pelanggaran HAM Berat sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM,” tuturnya.

Komnas HAM menginformasikan bahwa mereka telah membentuk Tim Ad Hoc Penyelidik Kasus Pelanggaran HAM Berat terkait pembunuhan Munir, dan proses penyelidikan dijanjikan akan selesai pada akhir tahun ini.

Renne memperingatkan bahwa jika negara tidak segera bertindak dalam kasus ini, perlindungan terhadap pembela HAM di masa mendatang akan terancam.

Oleh karena itu, Komite Aksi Solidaritas untuk Munir mendesak Presiden Republik Indonesia untuk segera membuka dokumen laporan TPF Munir kepada publik sesuai dengan mandat yang tertuang dalam angka kesembilan Keppres 111/2004 tentang Pembentukan TPF Kasus Munir, sebagai langkah akuntabilitas dan transparansi dalam mengungkap kasus Munir.

BACA JUGA: Seleb TikTok Marahi Siswi Magang, Berujung Viral di TikTok

“Minimnya langkah serius yang dilakukan oleh negara dalam pengusutan kasus pembunuhan Munir tidak hanya menutupi upaya pencarian keadilan, pengungkapan kebenaran, dan kepastian hukum, tetapi berpotensi adanya keberulangan,” lanjut Renne.

Renne juga berharap Komnas HAM akan menetapkan kasus pembunuhan Munir sebagai kasus Pelanggaran HAM Berat dan memberikan informasi yang jelas dan terang mengenai proses penanganannya kepada publik.

Pembunuhan Munir Said Thalib terjadi pada 7 September 2004 dalam penerbangan Jakarta – Amsterdam.

Di atas pesawat Garuda, Munir diberikan racun senyawa arsenik yang menyebabkan kematiannya.

BACA JUGA: Viral! Mahasiswa Magang Protes Minta Naik Gaji: Anak Magang Bukan Buruh Gratis

Hingga saat ini, telah berlalu 19 tahun, namun kasus ini masih belum mendapatkan kejelasan, dan pelaku intelektualnya belum tersentuh proses hukum.

Meskipun tanggal kematiannya telah ditetapkan sebagai Hari Perlindungan Pembela Hak Asasi Manusia, upaya untuk mengungkap aktor intelektual di balik pembunuhan ini harus terus dilakukan.

Tinggalkan Balasan