JABAR EKSPRES – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menaruh pertanyaan serius terhadap peran kendaraan bermotor sebagai penyumbang terbesar polusi udara di wilayah Jabodetabek belum lama ini.
Pada Sabtu, 2 September, hingga pukul 11.00 WIB, kualitas udara di Jabodetabek dilaporkan menjadi yang terburuk sepanjang Agustus lalu.
Menurut data dari situs IQAir.com, indeks kualitas udara di wilayah Jakarta mencapai angka 168, yang menunjukkan kondisi tidak sehat.
Bahkan, konsentrasi Particulate Matter (PM) 2.5 mencapai 19,3 kali lipat dari nilai panduan kualitas udara tahunan yang sesuai dengan ketetapan World Health Organization (WHO).
Ironisnya, kondisi ini terjadi pada hari Sabtu, ketika mobilitas masyarakat dengan kendaraan bermotor seharusnya lebih rendah dibandingkan dengan hari kerja.
Hal ini menjadi sorotan karena menunjukkan bahwa tingginya tingkat emisi tetap berlangsung meskipun jumlah kendaraan yang beroperasi lebih sedikit.
Febri Hendri Antoni Arif, juru bicara Kementerian Perindustrian, mengungkapkan keprihatinannya terkait kondisi udara ini.
Ia menyatakan perlunya penyelidikan lebih lanjut untuk menentukan apakah kendaraan bermotor merupakan penyumbang terbesar terhadap polusi udara.
BACA JUGA: Jakarta Terjerat Polusi Udara, Peringkat Keempat Kota dengan Udara Terburuk di Dunia
“Diperkirakan ada faktor lain di luar transportasi yang menyebabkan kualitas udara di akhir pekan cukup buruk, sama dengan di hari kerja,” papar Febri, seperti dikutip Disway.id.
Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sebanyak 44 persen pencemaran udara berasal dari kendaraan, sementara 34 persen berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), dan sisanya dari rumah tangga dan sumber lainnya.
Untuk mengatasi masalah ini, Kementerian Perindustrian telah mengambil beberapa langkah.
Pertama, mereka membentuk tim inspeksi pengendalian emisi gas buang sektor industri di wilayah Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat.
Tim ini bertugas melakukan identifikasi dan perencanaan terkait sistem inspeksi, termasuk pendataan, monitoring, dan kunjungan ke lapangan.