Kisah di Balik Parfum Aroma Sampah Greenpeace Indonesia

Dari sini, ia menciptakan tiga varian parfum yang masing-masing menggambarkan aroma polusi udara, tanah, dan sungai.

Proses pembuatan parfum ini di lakukan oleh Dedi di rumahnya dengan menggunakan peralatan yang sesuai.

Berbagai bahan alami di gunakan untuk mendekati aroma yang sesuai dengan kondisi lingkungan. Termasuk daging mentah, daun kering, ranting, bangkai ikan, ampas sayuran, dan ampas kelapa.

“Uap dari proses fermentasi itu di sedot, di tampung dengan media air. Setelah tiga minggu, baunya langsung tercium dan tidak ada orang yang kuat menghirupnya,” kata Dedi.

Semua produk parfum yang di hasilkan telah melewati serangkaian uji laboratorium sehingga aman untuk di hirup.

Namun, karena aroma yang sangat tidak enak, Dedi menekankan bahwa hampir tidak ada yang tahan untuk mengendusnya dalam waktu lama.

“Meski sudah di jamin aman, pasti tidak ada orang yang kuat mencium aroma parfum ini karena baunya naudzubillah,” tambah Dedi.

Parfum berwarna merah menggambarkan aroma akibat pencemaran dan polusi udara. Aromanya tercium seperti bau hangus dan terasa seperti udara kotor dan berdebu, mirip dengan suasana rumah kosong.

Varian berwarna biru mencerminkan pencemaran sungai dan terasa seperti bangkai ikan yang telah lama berendam dalam air.

Lihat juga : Diduga Penyewa Rumah Milik Dino Patti Djalal Gunakan KTP Palsu dan Rumah Dijadikan Markas Penipuan Online

Parfum ini memiliki tekstur kental berwarna kuning kecoklatan. Dan aromanya cukup menyengat bahkan saat di cium dari jarak sekitar 30 cm.

Selanjutnya, parfum berlogo kuning menggambarkan aroma pencemaran tanah.

Parfum ini memiliki aroma yang mirip dengan buah dan daging yang membusuk di dalam tanah selama berminggu-minggu. Aroma busuknya langsung tercium dan sangat mengganggu indera penciuman bahkan saat di semprotkan ke kertas sampel.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan