Jelang Pemilu 2024, MK Bolehkan Kampanye di Ruang Pendidikan, Begini Tanggapan Aktivis Mahasiswa Sukabumi

JABAR EKSPRES – Mahkamah Konstitusi (MK) memperbolehkan adanya aktivitas peserta pemilu berkampanye di fasilitas pemerintah serta dalam lembaga pendidikan (sekolah dan kampus) sepanjang tidak menggunakan atribut kampanye, hal tersebut tertuang pada Putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023 Mahkamah Konstitusi (MK).

Hal tersebut mendapatkan komentar dari Aktivis Mahasiswa Sukabumi, seperti yang dikatakan oleh Adi Rizki. Dirinya selaku Presiden Mahasiswa Universitas lingga buana (unlip), mengatakan bahkan putusan tersebut jika dilihat dari sisi positif bisa menjadi ajang mahasiswa untuk menguji kualitas calon para pemimpin yang akan datang.

“Ini menjadi sebuah momentum dan angin segar jika kaum mahasiswa bisa melihat kualitas calon pemimpin negeri seperti apa,” Ungkapnya.

BACA JUGA : Guna Penuhi Kebutuhan Pasca Bencana, BPBD Sumedang Dapatkan Mobil dari BNPB RI

“Tapi ini juga harus ideal jika kampus mengundang calon tertentu, idealnya bisa mengundang semua dan tidak memanfaatkan untuk kepentingan tertentu,” Imbuhnya

Dirinya juga menilai dalam putusan tersebut merasa ada hal yang janggal, sebab frasa pendidikan (sekolah dan kampus) tidak dikatakan secara detail.

“Aturan tersebut harus dibuat detail agar tidak menimbulkan pemikiran yang multitafsir. Jadi diharapakan dan di dorong agar aturan tersebut tidak ambigu, karena ruang lingkup pendidikan tidak semuanya sudah mempunyai hak pilih apalagi kalangan sma kebawah,” Tuturnya.

Masi kata Adi, “Kalo BEM UI kuliti calon presiden, kalo BEM unlip siap kuliti calon pejabat milenial di sukabumi,” Pungkasnya.

BACA JUGA : Ridwan Kamil Resmikan Program Leuit di Desa Tersana Kabupaten Cirebon

Selain itu menurut Fikri Padilah yang merupakan Presiden Mahasiswa STKIP Bina Mutiara menganggap bahwa putusan MK tersebut membuat dirinya merasa waswas, sebab hal tersebut berpotensi adanya intrik-intrik kapitalisasi pendidikan didalamnya.

“Tempat pendidikan seharusnya menjadi ruang netral untuk kepentingan publik. Dengan kata lain bukan dipakai untuk kepentingan elektoral tertentu. Namun jika di ranah mahasiswa itu mungkin ideal, sebab jika lembaga pendidikan lain dikhawatirkan adanya kepentingan tertentu itu yang dikhawatirkan. sedangkan dalam diksinya masi terkesan ambigu itu yang membuat miris,” Ucapnya kepada Jabar Ekspres.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan