Sidang Kasus Suap Bandung Smart City Kembali Digelar Hari Ini, Hadirkan Saksi Ahli 

JABAR EKSPRES – Sidang lanjutan kasus suap dalam proyek Bandung Smart City yang melibatkan sejumlah pejabat Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung, seperti Walikota Yana Mulyana, Kepala Dishub Dadang Darmawan, hingga Sekretaris Dishub Khairur Rijal, kembali digelar di Pengadilan Negri (PN) Bandung, pada Senin (14/8).

Persidangan dengan nama terdakwa Sony Setiadi selaku Direktur Utama PT CIFO, Andreas Guntoro Manager PT Sarana Mitra Adiguna, dan Benny sebagai Direktur PT Sarana Mitra Adiguna, kini telah menghadirkan seorang saksi ahli, Pakar Hukum Pidana dari Universitas Islami Bandung (Unisba), Prof Nandang Sambas.

Dalam pandangannya, Nandang menyebut bahwa perkara yang saat ini tengah berjalan di Persidangan, merupakan sebuah proses tindakan suap. Sebab, jika dilihat secara normatif, ia mengatakan telah ada komitmen yang diberikan antara pemberi dan penerima terkait persolan proyek pekerjaan.

“Kalau berdasarkan resume yang saya terima, sebelumnya tidak ada janji-janji pertermin. Jadi sebetulnya ini suap. Tetapi kalau dilihat dari kondisi objektif, saat ini yang sering kali dimanfaatkan oleh pejabat-pejabat atau pihak tertentu untuk melakukan pemerasan,” ujarnya kepada wartwan usai persidangan berlangsung.

Dalam perjalanan kasus Bandung Smart City ini, Nandang berpandangan adanya modus suap yang dilakuan oleh pejabat negara kepada pihak kontraktor. Sebab, berdasarkan hasil penilaiannya, tindak pidana korupsi yang melibatkan pihak ke tiga ini rata-rata memanfaatkan kelemahan dari posisi pengusaha.

“Saya bukan memenangkan penguatan, tapi ini suatu sistem yang jelek dan buruk yang menyebabkan tumbuh suburnya korupsi di Indonesia. Jadi oleh karna itu, saya sepakat para pejabatnya harus dihukum setinggi-tingginya karna mereka itu dalam kondisi terpaksa,” ungkapnya.

Maka dari itu, Nandang menuturkan bahwa kasus suap dalam Proyek Bandung Smart City ini merupakan sebuah lingkaran setan. “Ini sebuah lingkaran setan sebetulnya, katrena mau melakukan atau tidak, nanti jadi masalah. Jadi kalau tidak melakukan tidak akan mungkin dapat proyek, tapi kalau melakukan juga salah,” ucapnya.

“Sehingaa akhirnya, para pejabat sendiri lah mencoba membuat semacam modus. Tidak maksa, cuman kebetulan anak-anak mau lebaran nih. Maka bagi orang dalam posisi tertentu, secara sikologis itu merupakanvsuatu tekanan yang harus dia lakukan. Jadi itulah yang harus dipertimbangkan oleh hakim ketika nanti akan menjatuhkan pidana kepada si pemberi itu,” tuturnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan