JABAR EKSPRES- Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menganggap bahwa putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengubah vonis Ferdy Sambo menjadi kurungan penjara seumur hidup sudah sesuai. Menurutnya, dalam konteks hukum modern, vonis mati seharusnya tidak diakui.
Ia menjelaskan bahwa esensi dari hukuman adalah untuk menghormati kemanusiaan. Oleh karena itu, perubahan hukuman mati menjadi penjara seumur hidup terhadap Ferdy Sambo mencerminkan penghargaan terhadap nilai kehidupan.
BACA JUGA : Ferdy Sambo Dapat Kasasi, Apa Itu Kasasi? Simak di Sini!
“Dalam pandangan saya, penjara seumur hidup sudah cukup pantas bagi Sambo,” ungkap Fickar saat diwawancara pada Rabu (9/8/2023).
Fickar juga menilai bahwa pengurangan masa tahanan Putri Chandrawati, istri Sambo, dari 20 tahun menjadi 10 tahun, adalah langkah yang cukup adil.
Menurutnya, Putri adalah seorang yang tidak memiliki kemampuan untuk melawan. Ia juga tidak mampu mencegah suaminya melakukan penembakan terhadap Brigadir Yosua di rumah dinas Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
“Kondisi Putri juga berada di bawah kendali suaminya. Oleh karena itu, saya pikir pengurangan hukuman bagi Putri sudah cukup adil,” jelaskan Fickar.
MA telah memutuskan untuk mengurangi hukuman terpidana Brigadir Yosua Hutabarat setelah mengadakan sidang kasasi pada Selasa (8/8/2023).
BACA JUGA : Ferdy Sambo Tak Jadi Dihukum Mati, Begini Reaksi Kejagung Soal Putusan MA
Kabiro Hukum dan Humas MA, Sobandi, menyatakan bahwa hukuman bagi Sambo diubah menjadi kurungan penjara seumur hidup. Sementara itu, hukuman bagi istri Sambo, Putri, dipangkas dari 20 tahun penjara menjadi 10 tahun.
Ricky Rizal Wibowo juga menerima pemotongan hukuman dari 13 tahun menjadi delapan tahun penjara. Di samping itu, Kuat Ma’ruf mengalami pengurangan hukuman penjara dari 15 tahun menjadi 10 tahun.