JABAR EKSPRES, KABUPATEN CIREBON — Dampak El Nino berupa musim kemarau mulai dirasakan di wilayah barat Kabupaten Cirebon. Tepatnya di Desa Slangit, Kecamatan Klangenan, Kabupaten Cirebon.
Di Desa Slangit, sejumlah persawahan yang ditanami padi mulai dipanen, penyebabnya sumber air mengering.
Petani Padi, Ramita memaparkan, saluran irigasi yang biasanya digunakan sebagai tadah hujan untuk mengairi sawahnya, ikut mengering dua bulan terakhir.
“Karena tanahnya sudah kering sekali, padinya juga jadi merunduk. Bukan karena sudah berisi, tapi karena tidak ada air lagi, terpaksa dipanen,” kata Ramita kepada wartawan JabarEkspres.com pada Rabu, 2 Agustus 2023.
Padi biasanya dipanen saat berusia 100 hari setelah tanam, namun kondisi musim kemarau ini terpaksa dipanen lebih cepat.
Baca juga: PUPR Benahi Tiang Utilitas di Kota Bogor, Jaringan Semerawut Bakal Digunting!
“Kalau tahun sebelumnya tidak seperti ini, 2020, 2021, dan 2022 itu justru musim hujan, air melimpah. Baru ini kekeringan lagi terakhir 2015 dan 2016,” jelasnya.
Ramita memiliki dua lahan persawahan yang cukup luas. Karena kemarau, keduanya dipanen lebih cepat dalam waktu bersamaan.
Meski usia padi hanya 60 hari, Ramita mesti memanen sebidang persawahan lain yang dimilikinya. Rencananya akan dipanen esok hari.
“Ini (lahan persawahan miliknya), harusnya panen 30 hari lagi. Kalau yang lagi panen sekarang, harusnya nunggu sampe 10 hari lagi,” jelasnya.
Panen yang lebih cepat, diakui Ramita, mempengaruhi hasil gabah dari dua lahan persawahannya. Keduanya, berada di Desa Bango Dua dan Desa Selangit, Kecamatan Klangenan, Kabupaten Cirebon.
“Desa sebelah udah bangkrut semua, gagal panen, dari 135 bahu yang bisa di panen hanya 73 bahu itu yang di Bango Dua, kalau di Selangit belum tahu,” ungkapnya.
Kondisi seperti ini, dirasakan Ramita selama 60 hari terakhir, untuk mengairi sawahnya, Ramita dan petani lain bergantung pada aliran air irigasi desa.
“Udah dua bulan, kondisinya ya nyari air itu pake sumur bor kalau dapat. Kalau tidak dapat ya, tidak ada hujan juga, saluran irigasi juga sudah kering,” bebernya.
Saat panen sebelumnya, Ramita bisa memanen sebanyak tujuh ton gabah dari satu lahan persawahannya dengan harga Rp600.000 perkwintal. Dirinya mengaku, harga gabah saat ini terbilang bagus.