JABAR EKSPRES – Sidang pengemplang pajak yang dilakukan dua terdakwa kakak beradik sebagai direktur utama (Dirut) yakni terdakwa Arief Achmad Sardjono dan terdakwa Achmad Arief Martono (berkas terpisah) kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Depok, akan dilanjutkan Senin (14/8) dengan agenda tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dalam perkara tersebut sebenarnya terdakwa bisa saja terbebas dari dakwaan, tapi dengan syarat. Saksi ahli dalam persidangan sebelumnya Pemeriksa Pajak Kantor Pelayanan Pajak Madya Kantor Wilayah DJP Jawa Barat, Dini Triasrini mengatakan sebelum sampai ke penyidikan, pihak Kantor Pelayanan Pajak Pratama Depok Sawangan melalui account representative (AR) sudah memberikan himbauan kepada PKP (Pengusaha Kena Pajak) baik itu ke PT TMR dan PT AMR. Namun, himbauan tersebut tetap diabaikan sehingga AR merekomendasikan untuk dilakukan penyelidikan.
BACA JUGA : CCTV Mati, Kantor Kecamatan Ciawi Bogor Kebobolan Maling, Dua Kamera Hilang
Pada tingkat penyelidikan, kata Dini, PKP bila ingin terhindar dari hukuman pidana dapat membayarkan tunggakan ditambah sanksi 100 persen.
Sedangkan di tingkat penyidikan sanksinya bertambah lebih besar yakni sebesar 300 persen.
“Kalau terdakwa Arief Achmad Sardjono dan Achmad Arief Martono membayarkan tunggakan dan sanksi sebesar 300 persen. Itulah yang harus dibayarkan oleh kedua terdakwa kakak beradik pengemplang pajak kalau mau terbebas dari hukuman pidana,” kata Dini di persidangan di Ruang 2 PN Depok beberapa waktu lalu.
Dalam dakwaan JPU, PT TMR telah menimbulkan kerugian pada pendapatan negara sebesar Rp 2.302.876.046. Sedangkan PT AMR telah menimbulkan kerugian pada pendapatan negara sebesar Rp 894.316.420.
BACA JUGA : Kronologi Anak Ketua DPRD Ambon Aniaya Ramaja Hingga Tewas, Motifnya Dinilai Sepele
Atas hal itu, kedua terdakwa dikenakan Pasal 39 ayat (1) huruf i dan atau Pasal 39 ayat (1) huruf c Undang-Unuang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Sementara, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara tersebut Dimas Praja mengatakan meskipun telah mengembalikan uang pajak yang dikemplang bukan menjadi jaminan kalau tersangka bisa terbesar dari delik hukum.