Ade sering melihat bahwa kuota sekolah negeri di lapangan kerap berbeda dengan kuoata yang telah di SK-kan.
“Misal SK ada 7 kuota kelas atau rombel tapi nyatanya bisa 10 sampai 12,” keluhnya.
Menurut Ade, hal itu tentu berdampak buruk bagi sekolah swasta. Tidak sedikit sekolah swasta kekurangan pendaftar. Saat ini hampir 50 persen pendaftar menurun. Itu terjadi hampir di seluruh sekolah swasta di Jabar. Contohnya di Sukabumi, dari 9 sekolah swasta hanya 2 sekolah yang kuotanya terpenuhi.
Baca Juga:Prakiraan Cuaca Bandung Hari ini, Selasa, 1 Agustus 2023Polda Jabar Awasi Bengkel Pengrajin Senapan Angin di Cipacing dan Cileunyi
Pada pra pelaksanaan sejumlah indikasi pelanggaran yang kerap terjadi adalah, rekayasa nilai rapor dari sekolah asal untuk siasat jalur prestasi. Rekayasa sertifikat atau penghargaaan kejuaraan. Rekayasa SKTM palsu, pindah KK dan surat keterangan pindah palsu dari kelurahan.
“Itu di pra pelaksanaan,” katanya.
Untuk saat PPDB banyak permainan di rekayasa data oleh operator. Sementara untuk pasca pelaksanaan adalah, jalur titipan oknum di luar jalur online. Hingga dugaan komersialisasi bangku kosong di sekolah.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi V DPRD Jabar Abdul Hadi Wijaya mengungkapkan, hari itu (Senin.red) pihaknya memang sengaja mengumpulkan berbagai tokoh dan elemen masyarakat untuk merembuk sejumlah polemik PPDB di Jawa Barat. Pihaknya berharap sejumlah masukan dari akademisi, birokrat, hingga tokoh masyarakat itu bisa menjadi bahan untuk evaluasi menyeluruh terhadap sejumlah akal bulus PPDB di Jabar.
“Setelah ini kami di internal komisi juga akan mendalami sejumlah point–point masukan yang ada,” tuturnya.(son)
