Djoko tetap setuju bahwa perpanjangan SIM tetap di perlukan sebagai indikator kompetensi pengendara. Namun, pengelolaan perpanjangan SIM harus di lakukan dengan benar. SIM tidak boleh hanya menjadi formalitas lima tahunan, tetapi harus menjadi evaluasi kompetensi yang lebih efektif.
Bambang Rukminto, seorang pemerhati kepolisian dari ISESS, mengkritik gagasan SIM seumur hidup yang diusulkan Benny. Menurutnya, hal tersebut hanya merupakan strategi politik belaka dan tidak memberikan dampak signifikan serta tidak menyelesaikan masalah yang sebenarnya. Bambang berpendapat bahwa sistem perpanjangan SIM saat ini sudah baik, yang perlu di perbaiki adalah masalah pungutan liar (pungli) yang belum teratasi.
Baca juga : Aktor Terkenal Lucky Hakim Jalani Pemeriksaan Polisi Terkait Pondok Pesantren Al Zaytun
Menurutnya, pungli SIM sudah berlangsung dalam waktu yang lama. Bambang juga menyebut beberapa praktik pungutan seperti biaya asuransi, tes kesehatan, tes psikologi, dan tes lainnya. Ia berpendapat bahwa pungutan-pungutan yang tidak di atur dalam undang-undang, seperti Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, termasuk dalam kategori pungli. Ia menegaskan bahwa segala pungutan yang di kenakan kepada masyarakat harus mendapatkan izin dari Dewan Perwakilan Rakyat.
Bambang juga menyatakan bahwa perpanjangan SIM tidak boleh di hapuskan. Menurutnya, SIM adalah alat untuk menentukan kelayakan seseorang dalam mengemudikan kendaraan bermotor. Ia bahkan mendorong agar perpanjangan SIM di gratiskan jika pelayanan kepada masyarakat menjadi prioritas. Bambang juga berpendapat bahwa Polri sebaiknya tidak lagi mengurus masalah SIM.
Ia berpendapat bahwa wewenang penerbitan SIM sebaiknya di serahkan kepada Kementerian Perhubungan, seperti yang telah di lakukan di beberapa negara seperti Australia, Malaysia, dan Amerika Serikat. Menurutnya, hal ini akan menghindari tumpang tindih wewenang dan konflik kepentingan, serta memungkinkan Polri fokus sebagai penegak hukum dan pengawas jalanan.