JABAR EKSPRES – Pihak Bareskrim Polri telah memeriksa 19 orang saksi terkait kasus penistaan agama yang melibatkan Panji Gumilang, yang merupakan pemimpin pondok pesantren Al Zaytun.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam mengenai laporan penistaan agama yang dilaporkan oleh Panji Gumilang.
“Penyidik Direktorat tindak pidana umum telah melakukan pemeriksaan terhadap 19 orang saksi,” ujar Brigjen Pol Ahmad Ramadhan terang Karo Penmas Divisi Humas Polri.
“19 saksi ini ada dua pelapor. Dua laporan polisi, di antaranya laporan polisi yang tanggal 23 Juni dan tanggal 27 Juni,” ungkapnya, dikutip dari Disway.id.
Dalam pemeriksaan Brigjen Pol Ramadhan, dari sekian banyak saksi yang diinterogasi, tiga di antaranya termasuk saksi-saksi yang berkeahlian, seperti saksi ahli dalam bidang agama, sosiologi, dan bahasa.
BACA JUGA: Menkopolhukam Mahfud MD Pastikan Pemerintah Usut Tuntas Evaluasi Ponpes Al-Zaytun
“Dua-duanya adalah laporan terkait penistaan atau penodaan agama yang dilakukan oleh saudara PG (Panji Gumilang),” papar Brigjen Pol Ramadhan.
Di samping itu, Bareskrim Polri juga telah berhasil mengumpulkan beberapa bukti yang saat ini telah dikirim ke Pusat Laboratorium (Labfor) Bareskrim Polri terkait kasus yang melibatkan Ponpes Al-Zaytun ini.
“Jadi yang kita tunggu adalah hasil dari Laboratorium Forensik Polri terhadap bukti-bukti yang kita amankan yaitu rekaman ada screenshot, apakah benar-benar ini benar yang dilakukan oleh saudara PG (Panji Gumilang),” tuturnya.
“Hasil dari Laboratorium Forensik Bareskrim Polri, maka kita akan melakukan gelar perkara untuk menentukan adanya tindak pidana. Tentu langkah berikutnya gelar perkara kita menentukan tersangka,” tambah Brigjen Pol Ramadhan.
Brigjen Pol Ramadhan juga menyampaikan bahwa saat ini penyidik dari Dittipidum Bareskrim Polri sedang difokuskan untuk menyelidiki kasus yang diduga melibatkan penistaan agama dan pelanggaran Undang-Undang ITE.
BACA JUGA: Massa Unjuk Rasa di Depan Kantor Kemenag, Desak Cabut Izin Ponpes Al-Zaytun
“Kita menjerat dengan tiga Undang-Undang 156a KUHP, kemudian peraturan hukum pidana Undang-Undang nomor 1 tahun 1946 dan Undang-Undang ITE. Masing-masing ancamannya berbeda,” pungkasnya.
Ponpes tersebut diduga memberikan ajaran kepada santrinya dengan menyanyikan lagu “Havenu shalom alachem” yang diduga memiliki lirik yang kental dengan Yahudi secara historis.