Istilah ‘Guru Marketplace’ Coreng Kehormatan Profesi Pengajar

BELUM lama ini ramai di beberapa pemberitaan mengenai ‘guru marketplace‘ yang digagas oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Nadiem Makarim.

Gagasan guru marketplace dicetuskan Nadiem dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi X DPR RI.

Hal tersebut, kata Nadiem, marketplace menyoal talent guru. Di mana akan ada suatu tempat semua guru yang boleh mengajar, masuk ke dalam sebuah database yang bisa diakses oleh semua sekolah yang ada di Indonesia.

Marketplace adalah kata yang dipilih Nadiem untuk sebuah media yang dapat diakses lembaga sekolah dalam mencari guru.

Pengamat kebijakan pendidikan sekaligus Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Prof Cecep Darmawan menyebut, mestinya Nadiem mencari istilah yang lebih terhormat bagi para guru.

“Bahasanya jangan marketplace, jangan membahasakan seakan guru seperti barang dagangan atau komiditi,” ujar Cecep saat dihubungi Jabarekspres.id, Rabu (31/5).

Menurutnya, sebelum gagasan tersebut diajukan. Masyarakat terlebih mengetahui apakah guru marketplace itu diperuntukan untuk aparatur sipil negara (ASN) atau bukan.

“Kita harus tahu dulu apa yang diinginkan oleh menteri. Apakah  karena ASN itu ada aturan dan mekanismenya? Tapi untuk guru swasta (apakah, red) bisa memungkinkan, tetapi alangkah baiknya menggunakan istilah yang lebih terhormat,” tambahnya.

Persoalan lain tentang ketimpangan SDM guru dengan tempat kerja, saat ini terjadi ketidakmerataan guru di daerah. Dia mengatakan, alih-alih ingin mempermudah akses guru untuk mendapatkan tempat mengajar, kenyataannya posisi guru masih perlu penguatan.

Acep menegaskan, pemerintah pun perlu mendukung sekolah untuk mengisi kekosongan guru yang sesuai kebutuhan melalui jalur ASN.

“Bukan persoalan tempat kerja. Pemerintah kurang serius mengurus guru, khususnya bagaimana pemetaan guru secara nasional. Lalu hal lainnya, bagaimana meng-ASN-kan guru,” tegasnya. (ped)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

1 komentar

  1. Mohon maaf kebijakan pak Menteri kq selalu kontroversial ya. Nantinya ditkutkan merugikan guru jga. Gk usah béda jauh dgn kebijakan Guru Penggerak yg tidak mngakomodir smua guru aplagi guru yg sharusnya bsa maju ke KS krena bukan lulusan GP jdi tdak bsa pdhal pangkat golongan sdh memnuhi dan prlu dijadikan catatan bhwa guru yg usia diatas 50 tdak smua gaptek, tdk melrk tehnologi, tdk kreatif & tdak dpat mnemukan inovasi pembljaran bagi pserta didiknya.
    Mhon pak Menteri dipdtimbangkan kmbali kebijakan2nya