JABAR EKSPRES – Mungkin kamu bertanya-tanya bolehkah seorang yang sudah biasa mengenakan cadar tiba-tiba memutusan untuk dibuka. Seperti apa hukumnya menurut islam dan bagaimana pula batasan aurat yang benar bagi perempuan.
Kamu akan mendapatkan semua jawabannya dalam artikel ini. Karena hukum memakai cadar dan perintah menutup aurat serta batasannya akan dibahas hingga tuntas.
Hukum memakai cadar dan melepasnya lagi seperti yang terjadi pada Inara mungkin membuat sebagian masyarakat bertanya-tanya, apakah diperbolehkan, atau apakah tidak berdosa memutuskan hal tersebut.
Banyak pula yang menganggapnya sah-sah saja untuk kasus Inara karena alasannya kuat untuk mencari nafkah bagi anak-anaknya, yang juga diniatkan sebagai ibadah.
Namun ada kekhawatiran pula apa yang dilakukan Inara akan diikuti oleh orang lain yang membenarkan keputusan Inara tersebut.
Lalu seperti apa sesungguhnya hukum mengenakan cadar yang sebenarnya.
Dilansir dari NU Online, ulama mazhab Hanafi, sebagian ulama mazhab Syafi’i, dan ulama mazhab Hanbali menyatakan bahwa memakai cadar hukumnya mubah.
Berbeda dengan mereka, sebagian ulama mazhab Syafi’i menyebut memakai cadar hukumnya sunnah, bahkan sebagian ulama menghukuminya wajib.
Dengan demikian, hukum memakai cadar tergantung pada keyakinan kita akan mengikuti ulama yang mana.
Bila kita tidak yakin bahwa cadar wajib dikenakan, maka boleh melepasnya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hukum membuka atau menutup cadar bagi muslimah tidak berdosa. Yang berdosa adalah ketika wanita muslim tidak mengenakan jilbab atau tidak menutup auratnya.
Batasan menutup Aurat untuk Perempuan.
Perintah menutup aurat bagi perempuan sudah jelas dasar hukumnya, yakni Al-Qur’an surat An-Nur ayat 31, Allah SWT berfirman:
وَقُل لِّلْمُؤْمِنَٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَٰرِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ ءَابَآئِهِنَّ أَوْ ءَابَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَآئِهِنَّ أَوْ أَبْنَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَٰنِهِنَّ أَوْ بَنِىٓ إِخْوَٰنِهِنَّ أَوْ بَنِىٓ أَخَوَٰتِهِنَّ أَوْ نِسَآئِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُهُنَّ أَوِ ٱلتَّٰبِعِينَ غَيْرِ أُو۟لِى ٱلْإِرْبَةِ مِنَ ٱلرِّجَالِ أَوِ ٱلطِّفْلِ ٱلَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا۟ عَلَىٰ عَوْرَٰتِ ٱلنِّسَآءِ
Artinya: “Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.” (QS An-Nur: 31).