Tunggak THR Memperburuk Ekonomi Lokal

BANDUNG – Isu pembagian Tunjangan Hari Raya (THR) 2023 tengah jadi sorotan publik, sebab tahun ini kondisi ekonomi mulai bangkit usai terkendalinya Covid-19.

Oleh sebab itu, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menerbitkan aturan pemberian THR untuk Hari Raya Idul Fitri 2023.

Aturan tersebut, tertuang dalam Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan M/2HK.0400/III/2023 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya bagi pekerja atau buruh di perusahaan.

Terkait Pemerintah Pusat yang sudah memberikan tenggat waktu pembayaran THR 2023, dengan maksimal pemberian pada 18 April 2023 mendatang, Pengamat Ekonomi, Acuviarta Kartabi memaparkan, untuk pembagian THR2023 tidak boleh ditunda.

“Kalau tahun kemarin 2020, 2021 sampai 2022 itu karena terkendala kondisi Covid-19, jadi wajar perusahaan kesulitan membayar penuh THR,” paparnya.

Menurutnya, tahun ini kondisi ekonomi sudah membaik sebab pandemi Covid-19 tergolong terkendali.

“Tidak ada alasan lagi perusahaan menunggak atau tidak membayarkan tunjangan hari raya karyawan,” imbuh Acuviarta.

Dia menyarankan, supaya Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat, maupun setiap kabupaten/kota bisa mengaudit laporan keuangan perusahaan di wilayah masing-masing.

“Supaya lebih jelas dan terdata, agar tak ada alasan bagi perusahaan. Kecuali memang kondisi perusahaannya sedang turun, pemasukan berkurang itu bisa dimaklum,” ucap Acuviarta.

Dia menilai, apabila pembagian tunjangan hari raya oleh perusahaan kepada karyawan terlambat atau bahkan ditunggak, berpotensi timbulkan dampak domino.

 

Tunggak Tunjangan Hari Raya, Daya Beli Bisa Menurun

Daya beli masyarakat bisa menurun, sehingga harga kebutuhan dampaknya bisa tidak stabil.

“THR itu dibagikan supaya bisa dipergunakan untuk kepentingan pekerja di hari raya. Apa membeli makanan atau pakaian,” ungkap Acuviarta.

“Dampak ekonominya bisa sangat terasa. Satu tahun sekali masa ditunggak, kasihan pekerja, maka baiknya berikan saja seruai aturan,” lanjutnya.

Acuviarta berpesan, apabila terdapat perusahaan nakal yang tidak memberikan hak pekerja yakni tunjangan hari raya keagamaan, maka pihak pemerintah bisa melakukan tindakan.

“Artinya perusahaan melanggar dan tidak menuruti arahan Kemenaker. Makanya perlu audit,” katanya.

“Kalau perusahaan tersebut sudah mampu dan bisa membayar, maka arahkan oleh pemerintah untuk cepat bagikan tunjangan hari raya,” punagkas Acuviarta. (bas)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan