“Jadi kalau sekarang diramaikan dan dibilang tidak wajar hanya karena kasus yang dilakukan oleh anak saya, jadi janggal karena sudah sejak 2011 sudah dilaporkan. Selain itu pada tahun 2016 dan 2021 sudah klarifikasi oleh KPK, serta tahun 2012 telah diklarifikasi di Kejaksaan Agung,” ucapnya.
Rafael juga menambahkan bahwa perolehan harta yang dimilikinya sudah tercatat dalam surat pemberitahuan tahunan orang pribadi (SPT-OP) di Direktorat Jenderal Pajak sejak tahun 2002.
Selain itu, penambahan harta juga telah dilaporkan secara rutin dalam SPT pada saat harta tersebut diperoleh.
“Perolehan aset tetap saya sejak tahun 1992 hingga tahun 2009, seluruhnya secara rutin tertib telah saya laporkan dalam SPT-OP sejak tahun 2002 hingga saat ini dan LHKPN sejak tahun 2011 sampai dengan saat ini. Seluruh aset tetap tersebut sudah diikutkan program TA (Tax Amnesty) tahun 2016 dan juga diikutkan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) tahun 2022. Sehingga saat ini seharusnya sudah tidak menjadi masalah,” pungkasnya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memulai penyelidikan baru terhadap mantan Pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Rafael Alun Trisambodo (RAT), untuk mencari unsur tindak pidana korupsi. Hal ini dilakukan setelah KPK menduga adanya ketidakwajaran dalam laporan harta kekayaan Rafael sebesar Rp 56 miliar.
Informasi dari JawaPos.com mengindikasikan bahwa penyelidikan ini dibuka setelah disetujui oleh semua pihak dalam rapat gabungan pada Senin (6/3), yang dihadiri oleh Tim Direktorat LHKPN, Tim Kedeputian Penindakan, hingga pimpinan KPK.
Setelah hampir sebulan melakukan penyelidikan, tim penindakan KPK menaikkan hasil penyelidikan ke tingkat penyidikan dan menetapkan Rafael Alun sebagai tersangka penerima gratifikasi.