Mengkritisi Pengangkatan Kepala Sekolah

Oleh: Dedi Supriadi

 

Mendikbudristek telah mengeluarkan Permen untuk mengangkat guru penggerak menjadi kepala sekolah.

Pengangkatan mejadi kepala sekolah sudah dituangkan dalam Permendikbud No 40 tahun 2021 dan Permen No 26 tahun 2022.

Intinya dari kedua permen tersebut jalur kepemimpinan Pendidikan kedepan dari jalur guru penggerak.

Didalam permen tersebut disamping menjadi kepala sekolah juga perekutan pengawas sekolah juga dari guru penggerak. Pernyataan tersebut disampaikan mendikbud Ketika melakukan kunjungan kerja di Kalimantan dan di Sumatra Barat.

Desakan mendikbud kepada para kepala daerah agar segera mengangkat guru-guru penggerakan menjadi kepala sekolah.

Memudahkan Persyaratan

Meneliti isi Permendikbud No 26 tahun 2022 persyaratan menjadi kepala sekolah sangat mudah, diantaranya: (1)  masa kerja gologan serendah-rendahnya penata muda TK 1 atau IIIb, (2) wajib memiliki seritifikat guru penggerak, (3) tanpa ada diklat kepala sekolah. (4) usia  maksimal 50 tahun. Dengan terbitnya Permen ini ini telah  mengubur impian guru-guru yang sudah usia 50 tahun, golongan IV, telah lama menjadi wakil kepala sekolah.

Baik  permendikbud nomor 40 maupun 26 sangat bertentangan dengan permen-permen sebelumnya, seperti permendikbud nomor 13 tahun 2007, permen nomor 28 tahun 2010 maupun permendikbud 15 tahun 2018.

Menilik pada persyarakat  dan Langkah-langkah pengangkatan guru menjadi kepala sekolah. Kedewasaan kepribadian, kompetensi manajerial sekolah  menjadi hal penting yang harus dimiliki.

Dimana seleksi kepala sekolah akan selalu diikuti oleh guru-guru yang sudah  memenuhi persyaratan, pernah terlibat dalam mengelola sekolah, yaitu para wakil kepala sekolah. Setiap Bermasalah

Membaca  isi dari permen No 26 tahun 2022, menjadi bahan renungan dan evaluasi.   Dimana seorang guru hanya  bermodal  memiliki sertifikat guru penggerak akan diangkat menjadi kepala sekolah ataupun pengawas sekolah.

Tanpa melalui  seleksi, tanpa diklat kekepala sekolahan. Penerbitan Permen ini, terlalu menyederhanakan urusan jenjang karier seorang PNS.

Ada dua kemungkinan, pertama Mendikbud tidak mengerti urusan birokrasi pegawai Negeri yang ada landasan hukum baik UU Kepegawaian maupun Permen-permen yang telah diterbitkan oleh para Menteri sebelumnya, kedua Mendikbud mau mengubah gaya birokrasi pegawai negeri ke jenjang karier perusahaan-perusahaan, swastanisasi birokrasi.

Sehingga Ketika membuat permen bertentangan baik dengan UU PNS maupun Permendikbud sebelumnya Pendidikan.

Tinggalkan Balasan