BANDUNG – Pertumbuhan ekonomi global mengalami perlambatan di tahun 2022, sebagai dampak dari lonjakan inflasi yang cukup tinggi disertai eskalasi geopolitik yang masih berlanjut. Hal ini mengakibatkan meningkatnya harga pangan dan bahan bakar minyak dunia.
Dalam merespons kenaikan inflasi tersebut, Bank Sentral di berbagai negara terus mengambil langkah pengetatan kebijakan moneter agresif.
Pada 2022, The Fed telah menaikkan suku bunga sebesar 425bps menjadi kisaran 4,25 persen – 4,50 persen dan memberikan tekanan pada pasar keuangan global serta nilai tukar terutama di negara berkembang. Worldbank memperkirakan perekonomian global akan tumbuh sekitar 2,9 persen di 2022, lebih rendah dari tahun 2021 sebesar 5,9 persen.
Di tengah perlambatan ekonomi global, perekonomian Indonesia terus menunjukkan tren yang cukup baik tercermin dari pertumbuhan PDB di tahun 2022 yang tumbuh menjadi 5,3 persen y/y. Hal ini didukung meningkatnya aktivitas ekonomi masyarakat, daya beli yang tetap terjaga dan kinerja ekspor yang kuat.
Kementerian Keuangan memproyeksikan prospek pertumbuhan ekonomi domestik akan tetap tumbuh di atas 5 persen pada 2023. Namun demikian, potensi risiko tekanan ekonomi global, serta kenaikan suku bunga di negara maju masih perlu diperhatikan.
Di sisi lain sebagai respon dalam menghadapi tantangan dari luar, Bank Indonesia menaikkan suku bunga BI7DRR sebanyak 5 kali menjadi 5,50 persen sepanjang tahun 2022.
Selain itu, pemerintah juga melakukan kenaikan harga bahan bakar minyak untuk memperbaiki defisit anggaran fiskal. Sepanjang tahun 2022 penjualan industri mobil baru ritel tercatat tumbuh sebesar 17 persen menjadi 1,0 juta unit. Pertumbuhan tersebut didorong perpanjangan masa berlakunya insentif pajak PPnBM dan membaiknya iklim bisnis.
Sementara itu, penjualan sepeda motor baru ritel tercatat mencapai 5,3 juta unit atau hanya tumbuh sebesar 4 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pertumbuhan tersebut relatif kecil dibandingkan pertumbuhan penjualan mobil, terutama karena terkendalanya proses produksi akibat kelangkaan chip semikonduktor dan berbagai suku cadang otomotif lainnya di pertengahan tahun 2022, meskipun daya beli masyarakat sudah membaik.
Namun demikian, mengingat prospek pertumbuhan ekonomi cukup baik, dan produksi kendaraan berangsur pulih, pertumbuhan industri otomotif diharapkan akan berlanjut di tahun 2023.